Minggu, 22 November 2009

Mencitarasakan Kalimat dalam Menulis Artikel Populer

Oleh:Niknik M. Kuntarto, S.Pd., M.Hum.

Abstrak
Berbeda dengan ragam bahasa ilmiah yang terikat oleh konvensi penulisan dan aturan-aturan berbahasa yang ajeg, karangan populer dilonggarkan dalam hal-hal tersebut. Seni mencitarasakan kalimat dalam menulis artikel populer dihadirkan agar kita pandai membuat karangan populer dengan kalimat-kalimat yang dapat menimbulkan rasa tertentu seperti keteraturan, ketertegangan, keterpikatan, dan keteriramaan.

A. Pendahuluan: Menulis itu Mudah
“Pekerjaan yang paling sulit adalah memulai, pekerjaan apapun, termasuk menulis”, itulah pendapat beberapa orang ketika mereka dihadapkan pada kegiatan menulis. Benarkah? Memang benar, bukanlah hal aneh bila sebagian orang menganggap menulis itu sulit dan menghabiskan banyak waktu untuk berpikir mencari kata-kata yang akan dirangkai menjadi kalimat, menyusun kalimat demi kalimat yang akan dirangkai menjadi paragraf, dan mengomposisikan paragraf demi paragraf untuk menjadi sebuah wacana.

Sebenarnya menulis itu bukanlah pekerjaan yang sulit. Hanya saja setiap individu memiliki penilaian masing-masing dalam menyikapinya. Layaknya belajar mengendarai mobil, menulis artikel membutuhkan latihan bertahap dan rutin. Untuk membiasakan diri mulailah dengan menulis buku harian di rumah atau menulis laporan kegiatan rutin di kantor. Tuliskan pencapaian target yang berhasil dilakukan. Tuliskan juga bila pencapaian target kurang berhasil dan jelaskan kendala-kendala dalam pencapaian target tersebut. Dalam menulis buku harian atau laporan kegiatan rutin di kantor secara tidak sadar kita belajar menuangkan pikiran sendiri dan terlatih menyusun tulisan yang teratur serta mencatat secara detil suatu peristiwa.

B. Mengawali Tulisan dengan Menarik
“Kesan pertama begitu menggoda”, demikian kalimat sebuah iklan yang menarik perhatian kita. Begitu juga ketika kita menulis artikel, awali dengan sesuatu yang menarik perhatian pembaca. Pertama, kita bisa mengawalinya artikel kita dengan sentuhan seni kalimat tanya yang akan memberi kesan merangsang pembaca untuk segera mengetahui isi tulisan, seperti contoh berikut ini.

Apakah metroseksual itu? Itulah kata yang sedang memboming saat ini, gaya hidup metroseksual saat ini tengah menjadi tren dan digandrungi oleh kaum pria. Pria metroseksual? Ya, pria yang bau, tak rapi, dan kucel saat ini tak menarik lagi bagi kaum hawa. Pria yang menarik kaum wanita saat ini yaitu yaitu pria yang suka memperhatikan penampilannya dari ujung rambut hingga ujung kuku. Selain itu, pria metroseksual cenderung pekerja keras, penuh percaya diri dan sosok family man. Apakah Anda termasuk pria metroseksual?

Selain sentuhan seni kalimat tanya, kita juga dapat menggunakan seni kalimat perintah atau imperative. Kalimat perintah berisi ajakan, suruhan atau larangan melakukan sesuatu, seperti contoh berikut ini.

Jangan bunuh penumpang! Tragedi transportasi yang berkali-kali terjadi membuat siapapun cemas; cemas karena kecenderungan bencana transportasi menunjukkan grafik naik dari tahun ke tahun. Lihat saja kecelakaan lalu lintas darat! Tahun lalu saja jalan raya merenggut tak kurang 30 ribu nyawa manusia. Luar biasa! Sementara itu, untuk angkutan laut memperlihatkan grafik naik, dan 109 kasus pada 2004 menjadi 111 kasus pada tahun 2005, dan 119 kasus pada 2006. Di sisi lain, transportasi udara yang mestinya segalanya paling prima juga setali tiga uang. Berengsek!

Kita juga bisa mengawali tulisan dengan menggunakan kalimat dalam petikan langsung. Berikut contohnya.

“Gitu aja kok repot...!”, itulah ungkapan khas Abdul Rahman Wahid, salah seorang mantan presiden Indonesia yang unik dan nyentrik. Walaupun memiliki penglihatan yang kurang, ia dapat terpilih menjadi Presiden ke-4 RI. Pada awal masa pemerintahannya, Gus Dur sering mengadakan kunjungan ke luar negeri. Akibatnya, suami dari Shinta Nuriah ini sering menerima kritikan dari berbagai pihak, terutama dari lawan politiknya. Selain itu, mantan Ketua PKB ini sering mengeluarkan pernyataan yang kontroversial dan inkonvensional sehingga sering diminta mundur dari jabatannya sebagai Presiden RI. Namun, kyai dari Jawa Timur ini tetap ingin menjadi orang nomor satu di Indonesia.

Kata-kata mutiara sebagai bagian dari seni berkalimat merupakan salah satu cara mengawali tulisan dengan menarik. Berikut contohnya.

“Didiklah anakmu dua puluh tahun sebelum ia lahir”, demikian Napoleon Bonaparte berkata dengan penuh makna. Sepintas kita merasa pernyataan itu kurang logis, mana mungkin kita dapat mendidik anak kita, sementara anak itu akan lahir dua puluh tahun lagi. Namun, setelah kita simak lebih dalam makna ungkapan tersebut, sungguh itu merupakan pernyataan yang memiliki pesan luar biasa.....

Puisi sebagai bagian dari bentuk karya sastra juga bisa menjadi pembuka tulisan yang menarik.

“Apabila cinta memberi isyarat kepadamu, ikutilah dia, walau jalannya sukar dan curam. Dan apabila sayapnya memelukmu menyerahlah kepadanya, walau pedang tersembunyi di antara ujung-ujung sayapnya bisa melukaimu”, demikian Kahlil Gibran berucap melalui puisi yang berjudul “Cinta”. Berbicara tentang cinta tentu tidak akan pernah selesai, selalu menarik untuk diperbincangkan....

Siapa pun tanpa kecuali senang dengan cerita, apalagi cerita yang menarik. Ini bisa menjadi sesuatu yang memikat pembaca takala diletakkan di awal tulisan. Berikut contohnya.

Apakah Anda termasuk golongan orang narsis? Apakah narsis itu? Ya, kata narsis diambil dari tokoh mitologi Yunani, Narsisus, yang jatuh cinta kepada dirinya sendiri. Tiap kali memandang dirinya di permukaan air, Narsisus kagum akan ketampanan wajahnya. Sampai akhirnya betapa banyak peri hutan merasa iri kepada telaga, tempat tiap pagi Narsisus mengagumi dirinya. “Enak ya kamu, tiap pagi memandang wajah tampan dan mata jernih itu,” kata peri hutan. “Apa dia tampan dan matanya jernih?” jawab telaga. “Lho, kamu melihat tiap pagi bukan?” “Tidak. Aku tak sempat melihatnya sebab tiap kali ia jongkok di tepiku, aku sibuk memandang kejernihan wajahku sendiri yang terpantul diwajahnya.” Dengan ringkas dan bagus cerita ini hendak berpesan, seperti pada psikolog yang berurusan dengan “abnormalitas” -bahwa si telaga, mungkin maksud kita-sering lebih narsisus daripada Narsisus sendiri. Sering kita berperilaku tak sehat, narsisme, dan tak menyadari bahwa kita mengidap gangguan jiwa.

Pilihan terakhir, kita bisa menulis artikel dengan kemasan sebuah cerita, tetapi tentu cerita yang memiliki pesan tertentu. Berikut contohnya.
Suatu hari seorang dosen meminta mahasiswa putri menuliskan nama 10 orang yang paling disukai dan dicintainya sepanjang hidupnya selama ini di papan tulis.

Mahasiswa putri itu menuliskanlah nama 10 orang yang ia sukai dan cintai
Pertama ia tulis nama teman kecilnya di taman kanak-kanak;
kedua ia tulis nama sahabat kecil di SD;
ketiga ia tulis nama karibnya di SMP;
keempat ia tulis nama guru yang dikaguminya;
kelima ia tulis nama sohibnya di SMA;
keenam ia tulis nama temannya di perguruan tinggi;
ketujuh ia tulis nama pria cinta pertamanya;
kedelapan ia tulis nama suaminya;
kesembilan ia tulis nama orang tuanya, dan
kesepuluh ia tulis nama anaknya.

Kemudian, setelah nama 10 orang tersebut lengkap ditulis, sang dosen meminta agar mahasiswa tersebut mencoret satu nama yang dianggap kurang penting. Lalu, sang mahasiswa mencoret nama teman kecilnya di TK. Tinggallah 9 nama orang-orang yang ia cintai. Sang dosen meminta kembali mencoret nama-nama yang dianggap kurang penting. Dengan berat hati dan penuh pertimbangan mahasiswa tersebut mencorat-coret hingga tinggallah tiga nama, yakni orang tua, suami, dan anak.

Saat itu di papan tulis tinggal 3 nama orang-orang tercinta bagi si mahasiswi.
Orang tua, suami dan anak. Memang secara normatif, tiga nama itulah yang seharusnya merupakan orang-orang tercinta di benak kita masing-masing saat inipun. Orang-orang yang paling mengikat batin kita siang dan malam, saat suka dan duka, ketika sedih dan gembira. Lalu…… apa hubungannya? Untuk makna apa sesungguhnya kita semua berada di sini?

Selesai? Ternyata tidak.
“Celaka !” guman si mahasiswi. Sang dosen tak juga berhenti meminta. Disuruhnya si mahasiswa mencoret kembali 1 nama orang tercinta.

Kira-kira, nama mana yang akan dicoretnya? Sebuah pilihan yang sulit.
Yhaa…, dengan berat hati dan penuh kebimbangan si mahasiswi mulai memegang spidol dan berusaha memilih nama mana yang akan ia coret. Berkelebatlah wajah orangtuanya, insan yang melahirkan dan membesarkannya. Insan yang paling berjasa dalam hidupnya.
Terbayanglah wajah suaminya. Sosok penuh cinta yang mampu membuatnya pasrah untuk menyerahkan hidupnya.
Kemudian, menyeruak bayangan derai tawa dan canda anaknya. Buah hati yang dilahirkan dari rahimnya yang suci.
Tangannya tampak ragu, airmukanya mengerenyit, matanya memerah sedih. Tentu sebuah pilihan yang sulit baginya.

Kira-kira, nama mana yang akan dicoretnya?
Tak dinyana, tak diduga. Nama orangtuanya adalah nama yang dicoretnya !

“Sungguh keterlaluan !” pikir si mahasiswa.
Rupanya permainan belum selesai. Sang dosen tak kunjung terpuaskan.
Ya Tuhanku, sang dosen kembali meminta agar ia mencoret satu nama lagi !
“Hilangkan satu lagi!” pinta sang dosen.
Mahasiswa itu harus memilih antara anak dan suami. Mana mungkin?
Suami adalah belahan hati. Sang anak adalah buah keturunannya sendiri. Keduanya karunia Illahi.
Manaa… mungkinnn….. menghilangkan salah satu dari mereka?
Mahasiswa itu tampak larut dalam permainan ini dan menjadi gelisah.
Berdebar hatinya, sesaklah dadanya, dan tanpa terasa mengalirlah air mata di pipinya. Suasana menjadi hening. Senyap.


Pada akhirnyaaa…... dengan sangat berat hati dan berderaai airmata dicoretlah…. NAMA ANAKNYA.
Kini tinggallah satu nama di papan tulis: NAMA SUAMINYA

Sang dosen bertanya, ”Orang terkasih anda bukan orang tua dan anak?” Orang tualah yang melahirkan dan membesarkan anda. Anda pulalah yang melahirkan anak, sedangkan suami bisa dicari lagi.
Jelaskan mengapa Anda memilih sosok suami sebagai orang yang paling penting dan sulit dipisahkan? Semua mata tertuju pada si mahasiswi yang ternyata lebih memilih suaminya itu, mereka menunggu apa yang hendak dikatakannya.

Dengan suara berat dan mata sembab, si mahasiswi berujar.
“Demi masa” dia memulainya.
“Waktu akan terus berlalu….orang tua akan pergi meninggalkanku. Anakpun akan demikian. Jika ia telah dewasa dan menikah, ia akan meninggalkanku juga. Yang benar-benar bisa menemani saya dalam hidup ini hanyalah suami saya,” ucapannya lirih.

Ya, kehidupan itu bagai bawang. Ketika dikupas selapis demi selapis, akan habis. Lapis pertama, diibaratkan kita akan kehilangan masa kanak-kanak kita.
Lapis kedua diibaratkan kita akan kehilangan masa remaja kita, masa SMP, SMA, dan seterusnya. Saat terkelupas lapis demi lapis itulah ada kalanya kita dibuat teramat sedih dan menangis.



C. Seni Mencitarasakan Kalimat
1. Kalimat Berkompilasi
Perhatikan kalimat-kalimat berikut ini.

(1) Tukul Arwana semakin melejit. (2) Pada awalnya kehidupan Tukul Arwana susah. (3) Ketekunan dan kemauan yang keras telah mengantarkannya menjadi sosok yang bersinar. (4) Tukul Arwana semakin populer dan bergelimang uang melalui acara “Bukan Empat Mata” yang disiarkan oleh Trans7. (5) Tukul Arwana tetap hidup dalam kesederhanaan.

Kemudian, bandingkan dengan kalimat-kalimat berikut ini.

(a) Presenter kocak, Tukul Arwana, semakin melejit. (b) Walaupun pada awalnya kehidupan lelaki yang bernama lengkap Tukul Riyanto susah, ketekunan dan kemauan yang keras telah mengantarkannya menjadi sosok yang bersinar. (c) Tukul “Si Kembali ke Laptop” semakin populer dan bergelimang uang melalui acara “Bukan Empat Mata” yang disiarkan oleh Trans7, tetapi tetap hidup dalam kesederhanaan.

Kalimat yang kedua lebih menarik dan memiliki cita rasa bukan? Kalimat pertama terasa monoton dan membuat kita lelah membacanya, sedangkan kalimat kedua lebih mengalir dan enak membacanya. Kalimat yang kedua lebih baik daripada kalimat yang pertama karena adanya kompilasi kalimat tunggal yang dihubungkan dengan intrakalimat, sedangkan kalimat pertama kurang menimbulkan rasa karena tidak adanya pengompilasian dan kata penghubung. Akhirnya, cita rasa kalimat menjadi rusak, tidak lancar, dan tidak mengalir.
Pengompilasian kalimat dapat dilakukan dengan cara berklimaks dan berlepas. Kalimat berklimaks dibuat dengan mengompilasikan anak kalimat dan induk kalimat, sedangkan kalimat berlepas dilakukan dengan cara mengompilasikan induk kalimat terlebih dahulu diikuti anak kalimat.
Kalimat (2) dan kalimat (3) melahirkan kalimat berklimaks (b), sedangkan pengompilasian kalimat (4) dan (5) menelorkan kalimat berlepas (c).
Berikut adalah contoh kalimat berklimaks.
a. Apabila peralatan diperbarui dan dilengkapi dengan yang sempurna, risiko kecelakaan transportasi dapat berkurang.
b. Meskipun tidak seluas Disneyland pertama yang ada di California, Hongkong Disneyland maupun memberi nama serupa dan menarik.

Kalimat berlepas dapat Anda perhatikan pada contoh berikut ini.
a. Frobidden City disebut kota terlarang karena pengunjung yang bukan berasal dari keluarga kaisar dilarang memasuki kota tersebut.
b. Di China ada semacam pemeo terkenal, yakni siapa pun yang berhasil mencapai tembok raksasa maka orang tersebut dianggap sudah menaklukkan seluruh Manchunia.

2. Kalimat Bervariasi
a. Variasi Kalimat Pernyataan
Tentu saja kita mengetahui bahwa dalam berbahasa yang dapat kita gunakan tidak hanya kalimat pernyataan (deklarative), tetapi kalimat pertanyaan (interogative) dan kalimat perseruan (imperative). Kalimat pernyataan digunakan jika kita hendak memberitakan, memberitahukan, atau menginformasikan sesuatu. Bentuk kalimat pernyataan bisa berupa kalimat aktif atau pasif.
Perhatikan contoh berikut ini.
1) Bersih, rapi, dan teratur, itulah kesan pertama yang timbul saat mengunjungi Malaysia.
2) Orchard Road banyak dikunjungi wisatawan karena banyak menyediakan barang-barang bermutu dengan harga murah.
Selain menggunakan kalimat aktif atau pasif, Anda juga bisa mengawali tulisan dengan kalimat langsung atau tidak langsung seperti contoh ini.
1) ”Tersenyumlah dan dunia akan tersenyum bersamamu, menangsilah dan kau akan menangis sendirian”, begitulah kata-kata bijak ala Tao ini dapat dijadikan kunci pertama kesehatan dan panjang umur.
2) Seorang Bonaparte mengatakan bahwa didiklah anakmu dua puluh tahun sebelum ia lahir.

b. Variasi Kalimat Pertanyaan
Anda ingin mengawali tulisan dengan kalimat tanya? Mengapa tidak bisa? Agar pembaca terangsang untuk membaca tulisan Anda, seperti contoh di atas.

c. Variasi Kalimat Perintah
Untuk mencitarasakan kalimat, selain menggunakan variasi kalimat berita dan kalimat tanya, Anda juga dapat menggunakan kalimat perintah atau imperative. Kalimat perintah berisi ajakan, suruhan atau larangan melakukan sesuatu.

d. Variasi Panjang Pendek
Untuk menimbulkan efek dramatik, gunakan variasi kalimat pendek. Dengan kalimat pendek, minat dan perhatian pembaca akan dibangkitkan. Variasikan kalimat-kalimat pendek ke dalam rangkaian kalimat-kalimat panjang yang yang kita buat, seperti contoh berikut ini.
Renungkan. Memang pemerintah tak mampu menjadikan Indonesia sebuah negara kuat karena reformasi terlalu lambat. Mudah dijumpai pejabat yang mengutip bukan melayani. Data ekspor dan impor semrawut. Bahkan, rawan penyelundupan. Ergulasi dan koordinasi antar departemen lemah. Pola tarif hancur. Standar nasional tidak aktif. Mengapa?

3. Kalimat Berurutan Simpang
Sesudah kalimat konvensional biasanya terdiri atas S-P-O-K. Agar menimbulkan cita rasa penegasan, ubahlah unsur gramatikalnya menjadi P-S, atau K-P-S. Penambahan muatan unsur gramatikal ini disebut inversi, sedangkan perubahan karena pergeseran disebut prolepsi.
a. Inversi
1) Mahasiswa / terkesan / oleh semangat yang dikobarkan Amin Rais saat reformasi tiba.
Kalimat 1) diubah urutannya menjadi
Terkesan / mahasiswa / oleh semangat yang dikobarkan Amin Rais saat reformasi tiba.
2) Mahasiswa yang berjuang membeli kebenaran itu / telah gugur.
Kalimat 2) diubah menjadi kalimat inversi seperti berikut ini.
Telah gugur / mahasiswa yang berjuang membela kebenaran it.

b. Prolepsi
3) Para mahasiswa / berhasil menggulingkan / rezim orde baru yang dipimpin oleh Soeharto / pada Mei 1998
Kalimat 3) yang berpola S-P-O-K dan memiliki keterangan di bagian akhir bisa digeser posisinya ke bagian awal atau tengah seperti berikut ini.
4) Pada Mei 1998 / mahasiswa / berhasil menggulingkan / rezim orde baru yang dipimpin oleh Soeharto
5) Mahasiswa/ pada Mei 1998/ berhasil menggulingkan/ rezim orde
S K P
baru pimpinan Soeharto
O

4. Kalimat Berepetisi
Kalimat berepetisi atau berulang dipakai untuk mencitatasakan kalimat dengan menghindarkan pengulangan kata yang lemah dayanya. Perhatikan contoh kalimat berikut ini yang menggunakan repetisi berdaya lemah.
Lembaga pendidikan yang berkembang itu memerlukan para ahli seperti ahli hukum, ahli komputer, ahli komunikasi, dan ahli psikologi.
Pengulangan bertujuan untuk menekankan ide-ide yang penting, menggaungkan pikiran-pikiran utama di dalam angan-angan pembaca, memancangkan pesan-pesan penting di hati dan pikiran pembaca, dan mematrikan lukisan atau paparan tentang suatu hal yang lebih berkesan.
Terdapat dua macam pengulangan, yaitu pengulangan bentuk dan pengulangan makna. Pengungkapan gaya kalimat yang berepetisi ini dapat menyertakan tanda baca koma, tanda titik dua, dan tanda pisah.
a. Kalimat Berepetisi Bentuk
1) Penekanan pengajaran mata kuliah Bahasa Indonesia bukan pada bagaimana mahasiswa dapat memahami kaidah bahasa Indonesia, melainkan pada bagaimana agar mahasiswa dapat menulis, menulis, dan menulis.
2) Hanya dengan bekerja, bekerja, ya bekerja, tujuan kita akan tercapai

b. Kalimat Berepetisi Makna
1) Indonesia adalah negeri pahlawan, sosok yang dikagumi karena keberaniannya berkorban bagi bangsa.
2) Ketika memasuki abad ke-21 Indonesia memerlukan pahlawan kebajikan: pahlawan-pahlawan kehidupan.
3) Banyak yang memperkirakan bahwa 2007 adalah tahun vivere periscoloso -- tahun berbahaya -- bagi Indonesia.

5. Kalimat Berkonstruksi Idiomatik
Idiomatik adalah ungkapan khas kebahasaan yang salah satu unsurnya tidak bisa tergantikan oleh unsur lain. Contoh idiomatik dalam bahasa Indonesia, yaitu
bukan .........., melainkan....
tidak... ........., tetapi............
selain ..........., juga..............
baik ............., maupun........
jangankan ...., pun...............
betapapun ...., masa lebih....

Berikut adalah kalimat-kalimat yang berkonstruksi idiomatik berupa kata penghubung berpasangan.
a. Pahlawan dikenang bukan hanya karena berani mati, melainkan karena berani mengabdikan hidupnya untuk kesejahteraan bangsa.
b. Perhatian pantas diberikan lebih khusus untuk Poso karena pelaku kejahatan dan teror tidak hanya akan menciptakan kepedihan, tetapi mengobarkan rasa permusuhan.
c. Selain sandang, pangan, dan papan, kesehatan bagi manusia juga merupakan pokok yang harus terpenuhi.
d. Setiap warga negara dalam pertumbuhannya tidak pernah terpisahkan dalam pergumulannya dengan aspek serba pahlawan, baik kepahlawanan dalam kehidupan nyata maupun fiksi.
e. Jangankan membaca, melihat pun aku tak mampu.
f. Betapa pun enaknya hidup di negeri orang, masih lebih enak hidup di negeri sendiri.

D. Penutup
Demikianlah sedikit trik yang telah diuraikan. Teerakhir, untuk menumbuhkan semangat menulis, tanamkanlah motto dalam diri kita yang akan menjadi motivator kepercayaan diri seperti sukses berencana berarti berencana untuk sukses. Tidak ada satu orang pun yang tidak ingin sukses di dalam hidupnya. Sebelum berpikir sukses kita harus memiliki satu keyakinan yang teguh bahwa orang lain bisa, saya juga bisa.(NNM)

DAFTAR PUSTAKA

Keraf, Gorys. 2004. Diksi dan Gaya Bahasa.Jakarta: Gramedia.

Kuntarto, Niknik M.. 2008. Cermat dalam Berbahasa Teliti dalam Berpikir. Jakarta: Mitra Wacana Media.

Wibowo, Wahyu. 2002. 6 Langkah Jitu Agar Tulisan Anda Makin Hidup dan Enak Dibaca. Jakarta: Gramedia.

Widya Martoyo, A. 1991. Seni Menggayakan Kalimat. Yogyakarta: Kamsik.