Senin, 22 Maret 2010

Daftar Isi Novel Saatirah, Bukan Perempuan Biasa oleh Niknik M. Kuntarto




Daftar Isi Hlm.
1. Puisi Itu 1
2. Puisi Lara Itu 23
3. Puisi di Wiper Kaca Mobil 38
4. Puisi Manja di Surel 58
5. Puisi Cinta di Hari Pernikahan 76
6. Puisi Cinta di Rumah Jambuluwuk 87
7. Puisi Harapan di Doa Angelir 102
8. Puisi Magis di Mantra Mamak 120
9. Puisi Mesra di Inbox BlackBerry 131
10. Puisi Persahabatan di Hatiku 141
11. Puisi Cinta Sejati di Masa Lalu 164
12. Puisi Lara Itu adalah Saatirah 186
13. Puisi Itu Menyayat Hati 201
14. Puisi Duka di Fantasi Liar 215
15. Puisi Sendu di Hidupku 236
16. Puisi Indah di Rumah Allah 251
17. Puisi Pilu di Ruang ICU 271
18. Sekali Lagi, Puisi Lara itu adalah Saatirah 284

Persembahan Saatirah oleh Niknik M. Kuntarto




Kupersembahkan kisah hidup ini

Untuk anak-anakku di rumah: Ruby, Renata, dan Romeo
Untuk anak-anakku di kampus: para mahasiswa

ini adalah gendewa untuk memanah,
agar mampu lesatkan anak panah,
membidik masa depan.

Bagi para sahabat wanita
Ini adalah kaca benggola untuk bercermin,
agar mampu menatap wajah diri.


Untuk matahariku
yang selalu menyinari hidupku,
Mas T. Widya Kuntarto

Endorsment Novel Saatirah Bukan Perempuan Biasa oleh Niknik M. Kuntarto



Saatirah memang 'bukan perempuan biasa'. Niknik M. Kuntarto berhasil menggambarkannya lewat bahasa yang lembut, menyentuh, indah, dan hidup. Terasa ada kesenduan dalam berkisah, tapi justru itulah daya tariknya. Cinta menjadi sakral, dan patut diperjuangkan. Dalam Bahasa Arab, Saatirah artinya perempuan yang sabar, soleh, dan mulia. Menjaga kehormatan suami, menutupi aibnya dan berbakti. Saatirah nama yang indah, juga kisah yang indah. Pembelajaran berharga bagi suami-isteri, sekaligus mengusung tanya bermakna; 'siapakah cinta sejati kita?' Dan agaknya, kisah belum diakhiri. Selarik puisi jadi teka-teki. Ada kisah lain lagi? Saya menanti. (N.Riantiarno, Pimpinan Sanggar Teater Koma)

Menjadi perempuan itu tidak mudah. Walau secara teori saya tahu kita harus menggunakan hati dan logika secara seimbang, tapi jujur saja sampai hari ini saya belum bisa dengan konsisten menjalaninya. Emosi saya campur aduk membaca kisah Saatirah. Gemas karena selain baik hati, Saatirah juga terlalu naif. Tapi di sisi lain saya mengerti sekali bagaimana perasaannya. Buku ini memotret apa yang benar-benar terjadi di sekeliling kita, terlepas dari setuju/tidaknya pembaca pada segala keputusan Saatirah, banyak sekali yang bisa kita pelajari dan renungkan dari membaca buku ini. 'Teteh' Niknik berhasil secara objektif menceritakan pada pembaca dilema macam apa yang sebetulnya dialami perempuan-perempuan seperti Saatirah. Selamat ya, semoga buku ini membawa banyak manfaat bagi pembaca baik perempuan maupun laki-laki, amin. (Kristy Nelwan, Novelis)
Sebuah novel tragedi keluarga dan skandal cinta yang mencekam, sekaligus menyimpan banyak pelajaran untuk menghadapi kehidupan urban yang keras dan rumit. Layak dibaca oleh siapa saja untuk menjadi cermin sekaligus salah satu sumber kearifan hidup. (Ahmadun Yosi Herfanda, Ketua Komunitas Sastra Indonesia)

Sangat berwarna! Saatirah mampu membuat pembaca tersedu-sedan, tersenyum kecut, tertawa lepas, bahkan sanggup membuat degub jantung lebih kencang. (Susilawati, Pemerhati Bahasa Indonesia)

Takjub! Ketabahan dan kesabaran Saatirah patut ditauladani. Dengan kepercayaan dirinya Saatirah sanggup menjadi seorang istri yang tetap memegang teguh kodrat, meski teraniaya. Pengabdian pada suami dan keimanan pada Tuhan adalah dua hal yang harus dijalani oleh seorang istri solehah. (Rina, Penikmat Novel, Sekretaris Rumah Sakit Pusat Pertamina)

Prakata Saatirah, Bukan Perempuan Biasa oleh Niknik M. Kuntarto





Prakata
Betapa tak terhingga nikmat yang telah Tuhan berikan kepadaku, sejak kita membuka mata di pagi hari dan memejamkan mata di malam hari. Seandainya saja jika air laut dijadikan tinta dan ranting-ranting yang ada di seluruh bumi ini dijadikan pena, niscaya tidak akan dapat menuliskan nikmat yang telah Tuhan berikan kepada kita. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih dan sujud syukur pada Tuhan Yang Mahadaya Cinta atas nikmat terselesaikannya kisah ini yang terabadikan dalam novel perdanaku Saatirah: Bukan Perempuan Biasa.
Di setiap harapan dan perjalanan kita menuju tercapainya suatu tujuan, pasti selalu disertai dengan kerja keras sampai akhirnya kita dapat mencapai tujuan yang kita inginkan dan kita mimpikan. Terima kasih kepada Mas R. Masri Sareb Putra dan Mas Ambang Priyonggo yang telah menularkan virus motivasi menulis, kepada Kangmas Edi Sutarto, yang telah memberikan rasa percaya diri dan dukungan yang besar pada saya hingga yakin dapat menuntaskan kisah ini, kepada Mas M.S. Gumelar yang telah memberi nuansa eksotis pada cover novel ini, kepada Sime dan Devita, sang photographer, kepada teman-teman dosen: Mas Ibn, Mas Erman Bala, Bang Olo Tahe Sinaga, Bu Joice, Bu Ratna, Bu Rosita, dan sahabat-sahabat lainnya di Universitas Multimedia Nusantara yang tak dapat saya tuliskan semuanya di sini.
Terima kasih juga saya sampaikan pada Ibu Jajang C. Noor, Ibu Helvy Tiana Rosa, Ibu Riris R. Sarumpaet, Ibu Melani Budianta, Ibu Okke K.S. Zaimar, Ibu Apsanti Djokosujatno, Bapak Taufiq Ismail, Bapak Sapardi Djoko Damono, Bapak Budi Darma, Bapak N. Riantiarno, Bapak Ahmadun Yosi Herfanda, Bapak Suminto A. Sayuti, Mas Agus R Sarjono, Mas Jamal D. Rahman, Mbak Mira, dan Mas Bimo di Grasindo yang telah memberikan apresiasi positif sehingga kisah ini menjadi lebih bermakna.
Mama, Bapak, saudara-saudaraku di Majalengka dan Surabaya, terima kasih, atas kasih sayang yang berlimpah sehingga Nde selalu bersemangat untuk berkarya. Kuucapkan terima kasih juga pada Sie, sahabat kecilku. Terakhir, kupersembahkan karya ini untuk suamiku tercinta, Mas Totok Widya Kuntarto, motivator terbesarku untuk selalu menjadi wanita yang mandiri dan berguna.
Semoga kisah Saatirah: Bukan Perempuan Biasa dapat memberi seberkas sinar pada buah hatiku Ruby, Rere, dan Romeo, pada para mahasiswa yang akan memasuki mahligai pernikahan, dan pada sahabat-sahabat sejati, dan pada wanita-wanita tegar di seluruh dunia. Amin.




Jakarta, 10 Mei 2010
Penulis

Saatirah, Bukan Perempuan Biasa oleh Niknik M. Kuntarto






Niknik M. Kuntarto lahir 10 Mei di Majalengka, Jawa Barat. Menamatkan sekolah di SD Negeri IV, SMP Negeri I , dan SPG Negeri di Majalengka. Menyelesaikan Program Strata 1 Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni, IKIP Negeri Yogyakarta dan
Magister Humaniora diraihnya dari Jurusan Sastra Indonesia,
Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Indonesia.
Pernah mengajar Bahasa Indonesia di beberapa perguruan tinggi di Jakarta seperti Universitas Trisakti, niversitas Indonusa Esa Unggul, Universitas Gunadarma, STMT Trisakti, STIP Abdi Negara, Akademi Bina Sarana Informatika, dan Akademi Bina Insani.
Saat ini menjadi Dosen Tetap di Universitas Multimedia Nusantara,
Gading Serpong, Tangerang.
Beberapa karya tulis telah diterbitkan seperti
Kemampuan Berbahasa Indonesia di Perguruan Tinggi
Cermat dalam Berbahasa Teliti dalam Berpiki ,
Aku Cinta Produk Indonesia , dan
Cerdik Berbahasa Indonesia I, II, III.
Selain mengajar sebagai dunia yang dicintai,
aktif juga sebagai pembicara
di beberapa seminar atau lokakarya.
Tulisan-tulisan fiksi juga telah banyak dibuatnya dan
Saatirah: Bukan Perempuan Biasa
inilah yang dipilih sebagai novel perdananya.


Penulis dapat dihubungi melalui surel niek2x@yahoo.co.id