Senin, 31 Agustus 2015

Proposal Kerja Sama Pengadaan Program Belajar Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA) Jarak Jauh melalui Pemanfaatan Media Teknologi Informasi dan Komunikasi di www.rumahbahasaku.com

Proposal Kerja Sama Pengadaan Program Belajar Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA) Jarak Jauh melalui Pemanfaatan Media Teknologi Informasi dan Komunikasi di www.rumahbahasaku.com


Niknik M. Kuntarto
Tim BIPA Dahsyat
niknikmediyawati@gmail.com



        Diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Teknologi Pengajaran, Dosen:              
Dr. Robinson Situmorang, Program Doktor - Universitas Negeri Jakarta




 A. Latar Belakang 


AFTA (ASEAN Free-Trading Area) 2015 atau dalam bahasa Indonesia berarti kesepakatan zona perdagangan bebas di wilayah Asia Tenggara tahun 2015 hampir dekat. Tidak hanya di Indonesia, seluruh negara anggota ASEAN juga akan melaksanakan program ini. Dalam menghadapi masyarakat ekonomi ASEAN, peranan bahasa melalui BIPA sangat penting. BIPA atau Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing menjadi pintu gerbang bagi orang asing yang akan masuk dan bekerja di Indonesia.
Kami, Tim BIPA Dahsyat, para penulis yang juga pengajar BIPA ingin berperan serta dalam menyambut AFTA tersebut melalui kegiatan kebahasaan bagi orang asing. Kami akan menyediakan fasilitas  pelayanan bahasa dan budaya bagi orang asing melalui penerbitan buku-buku ajar BIPA dan Program Belajar BIPA Jarak Jauh melalui www.rumahbahasaku.com. Selain itu,  Buku Berseri BIPA Dahsyat dan www.rumahbahasaku.com ini juga tentu tetap menjadi media ajar bagi masyarakat Indonesia yang akan mendalami penguasaan terhadap bahasanya sendiri, bahasa Indonesia.
 
B. Visi dan Misi 
         “Rumah Bahasaku” lahir atas dorongan dari hati terdalam sebagai anak negeri yang cinta bahasa Indonesia. Mengajarkan bahasa Indonesia adalah wujud keinginanan kami untuk melakukan yang terbaik bagi negeri tercinta, Indonesia, tentu sesuai bidang yang ditekuni, yakni bahasa Indonesia. Bagi kami mengajarkan bahasa (budaya) Indonesia berarti memartabatkan bangsa Indonesia di mata dunia.  Itulah visi kami. Sementara itu, misi kami adalah menyediakan Program Belajar BIPA Jarak Jauh.

C. Program Belajar BIPA Jarak Jauh

        Alhamdulillah, telah terbit buku seri BIPA Dahsyat…! sebanyak empat level, yakni Level Prapemula, Pemula, Madya, dan Mahir. Setiap level   terdiri atas 4 buku ajar yakni Menyimak, Berbicara, Membaca,  dan Menulis (Tata Bahasa), kecuali level Mahir 5 buku + Tata Bahasa  yang ditulis oleh saya bersama para pegiat BIPA yang memiliki semangat luar biasa seperti Ibu Friska Melani, Ibu Siti Amaliyah, Ibu Ariani Selviana, Bapak Dede Hasanudin, dan Bapak Randi Ramliyana. Setiap level juga, disediakan animasi CERITERA yang sudah disesuaikan dengan tingkat kesulitan setiap level. Di akhir tayangan CERITERA, telah disediakan evaluasi untuk mengukur tingkat penguasaan bahasa dan isi materi. “CERITERA”  atau “Cerita Interaktif”, karya Gambreng Game pimpinan Ibu Riris Marpaung, hadir untuk menjawab kebutuhan pembelajar dalam keterampilan Menyimak. 

        Belajar tentu akan lebih menarik jika materi yang diberikan sanggup menggugah dan menggairahkan pembelajar. Di “Rumah Bahasaku”, setiap pembelajar diusahakan akan merasa tertantang, tergugah, dan tergairahkan belajar bahasa Indonesia dengan adanya pemilihan materi praktis seperti presentasi, menyanyi, fotografi, videografi, juga game atau permainan-permainan bahasa yang kami namai “SUKA” atau “Susun Kata”. “SUKA”, hasil kreasi Gundu Game yang juga pimpinan Ibu Riris Marpaung, hadir untuk memenuhi kebutuhan pembelajar dalam penguasaaan Tata Bahasa Indonesia.  

        Kami  berusaha menyediakan kemudahan bagi penutur asing yang ingin belajar bahasa Indonesia, baik melalui buku seri BIPA ini maupun melalui kunjungan ke laman www.rumahbahasaku.com. Di www.rumahbahasaku.com setiap pembelajar dapat memulai dengan uji coba tes UKBIPA (Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia bagi Penutur Asing). Secara otomatis, skor akan ditampilkan sesuai dengan pelevelan. Terdapat tempat level yakni Prapemula, Pemula, Madya, dan Mahir. 

        Setelah mengetahui posisi level,  pembelajar dapat langsung belajar sesuai dengan penempatan level. Usai mengikuti level Madya atau Mahir, pembelajar akan kembali mengikuti uji coba tes UKBIPA dengan harapan, mereka bisa berlatih dan terbiasa mengerjakan soal-soal untuk persiapan mengikuti tes UKBIPA yang sesungguhnya di Lembaga Bahasa Pemerintah. 

        Selama belajar bahasa Indonesia, peserta asing akan ditemani oleh karakter-karakter yang kami ciptakan sebagai tokoh-tokoh yang menarik. Ada tokoh Keluarga Kanigoro, asli orang Indonesia, Keluarga Siregar yang beristri orang Australia, ada Keluarga David  Kang, orang Korea yang beristri orang Indonesia, ada juga Keluarga Syahrul Kan, dari India, dll. Ya, mereka tidak hanya tokoh orang Indonesia, tetapi juga tokoh orang Indonesia yang menikah dengan orang asing, tokoh orang asing yang bekerja di Indonesia dengan segala permasalahan hidup di Indonesia.  Selain itu, khusus buku Berbicara Prapemula dan Pemula hadir melalu cerita-cerita yang seru melalui komik yang menarik dan menggemaskan. Buku Serial “Dahsyat…! Hadir bersama karakter-karakter tokoh karya kartunis Veronica Nerisa dan komikus Randi Ramliyana, menyediakan solusi yang tepat, cermat, dan santun untuk mengatasi permasalahan tersebut. 

            Tokoh Kanigoro dalam buku ini adalah Gora, seorang mahasiswa yang baik hati, hormat pada orang tua, banyak bergaul dengan teman, baik di dalam maupun di luar negeri, dan cinta bahasa Indonesia. Gora adalah salah satu nama seorang anak di dalam dunia nyata yang pintar dan menawan. Kini ia tinggal di Surabaya. Terima kasih telah mengizinkan namanya menjadi tokoh Kanigoro buku ini. Gora berarti “dahsyat”. Ya, itulah alasan serial buku BIPA ini kami beri nama “Dahsyat…!” Semoga dahsyatnya niat kami untuk memartabatkan bahasa (bangsa) Indonesia, sedahsyat respons para pembelajar yang ingin belajar bahasa Indonesia.

C. Penutup

        Untuk mewujudkan tujuan di atas, kami memerlukan kerja sama dengan perusahaan Anda dalam penyediaan peranti yang berfungsi sebagai media ajar jarak jauh. Demikian proposal ini kami ajukan agar kita dapat bekerja sama dalam pengadaan aplikasi perangkat teknologi informasi dan komunikasi sebagai media belajar BIPA jarak jauh.

Jakarta, 31 Agustus 2015


Niknik M. Kuntarto
Ketua Tim Dahsyat


      

Belajar Imbuhan dan Struktur Gramatikal kalimat S-P-O-K yang Menggugah dan Menggairahkan melalui Pemanfaatan Media Teknologi Informasi dan Teknologi berupa Permainan “SUKA” Karya Tim Dahsyat dan Gundu Production


Belajar Imbuhan dan Struktur Gramatikal kalimat S-P-O-K  yang Menggugah dan Menggairahkan melalui  Pemanfaatan Media Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)  berupa Permainan “SUKA” Karya Tim Dahsyat dan Gundu Production




Niknik M. Kuntarto
Tim BIPA Dahsyat
niknikmediyawati@gmail.com




Diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Teknologi Pendidikan
Dosen: Dr. Robinson Situmorang
Program Doktor - Universitas Negeri Jakarta

Abstrak
Belajar imbuhan dan gramatikal adalah momok bagi sebagian orang asing yang belajar bahasa Indonesia di Program BIPA UMN. Selain harus mempelajari bentuk imbuhan, mereka juga harus memahami makna setiap imbuhan. Belum lagi ketika bentuk-bentuk kata tersebut diterapkan ke dalam kalimat ber-S-P-O-K. Lebih lagi, ketika mereka terjun ke masyarakat sesungguhnya, semua yang telah mereka pelajari, sangat berbeda dengan kenyataan dengan bahasa yang dengan usaha keras memahaminya. “Mengapa kami harus belajar bahasa Indonesia yang formal, sedangkan orang Indonesia sendiri jarang berbicara formal?” protesnya. Ini sangat memusingkan peserta BIPA.   SUKA atau Susun Kata adalah wujud dari solusi permasalahan tersebut. Melalui penggunaan game SUKA,  pembelajaran imbuhan menjadi proses belajar yang unik dan menarik. sanggup menggugah, dan menggairahkan peserta BIPA sehingga memudahkan peserta BIPA dalam mewujudkan capaian pembelajaran.  

Kata Kunci: tata bahasa, media, suka,  menggugah, dan menggairahkan

I. Pendahuluan
Membingungkan, membebani,  terlalu banyak imbuhan, tidak konsisten dengan kaidah, momok bagi orang asing yang belajar bahasa Indonesia adalah predikat  negatif pembelajaran Tata Bahasa Indonesia (selanjutya Tata Bahasa) berdasarkan hasil pengamatan terhadap minat peserta BIPA sebelum mengikuti pembelajaran Tata Bahasa di Universitas Multimedia Nusantara (UMN) dengan media SUKA. Ini semakin memperkuat dugaan awal bahwa pembelajaran Tata Bahasa adalah sesuatu yang kurang menggairahkan peserta BIPA. Tak heran, situasi ini menyebabkan peserta di kelas Tata Bahasa, makin lama makin berkurang jumlahnya. Situasi ini membuat seorang pengajar harus berpikir keras untuk mencari jalan keluar dalam mengatasi permasalahan ini. Dibutuhkan solusi yang cerdas untuk mengantisipasi terjadinya kebosanan, kejenuhan, dan akhirnya frustasi tidak berminat lagi belajar tata  bahasa Indonesia.
Untuk mengupayakan  pembelajaran Tata Bahasa agar menarik (ethos), menantang secara intelektual (logos), dan menggairahkan (pathos) diperlukan sebuah media khusus.  Media bermain ini berdasar pada konsep Bapak Pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantara. Kurikulum yang dirancang Ki Hadjar Dewantara disampaikan dengan cara bermain (dolanan) seperti dolanan anak, tarian, nabuh gamelan, dsb. Dalam model kurikulum yang dikembangkan Ki Hadjar, anak diajari calistung yang disampaikan dengan aneka permainan. Praktiknya mengajari anak membaca dengan cara bermain, mengajari anak menulis dengan cara bermain, dan mengajari anak berhitung dengan cara bermain.” (Supriyoko, 2012: 3–5). Pandangan Ki Hadjar Dewantara tentang bermain dengan demikian menyoroti dimensi instrumental dan epistemologis dari bermain sebagai sarana untuk mencapai tujuan pembelajaran yaitu “kemajuan tumbuh kembang anak” (Komalasari, 2013).
Dalam pandangan filsuf Jerman terkemuka, Hans-Georg Gadamer (1902 – 2002), konsep “bermain” (spiel) memiliki bobot ontologis yang mendalam[1], bukan hanya instrumentalis, melainkan epistemologis seperti disampaikan Ki Hadjar Dewantara di atas. Gadamer dalam adikaryanya, Truth and Method (1960) membahas letak pentingnya bermain dalam penyingkapan kebenaran yang mewujud dalam struktur ontologis seni dan pengalaman manusia tentang seni itu sendiri. Bermain, dalam wawasannya, keliru jika dipahami sebagai main-main belaka. “Jika bermain hanya dimengerti sebagai bermain, ia tidaklah serius. Bermain mempunyai relasi khusus dengan keseriusan. Keseriusanlah yang memberi ’tujuan’ pada bermain, sebagaimana dikatakan oleh Aristoteles, kita bermain ’untuk rekreasi’. (Gadamer, 1989: 102 – 106 dalam Putranto, 2010: 59) Dengan mendasarkan diri pada epistemologi bermain dari Ki Hadjar Dewantara dan ontologi bermain dari Hans-Georg Gadamer, dikembangkanlah permainan Susun Kata atau SUKA baik berupa papan maupun digital. SUKA merupakan nama dari usaha kreatif dalam pengembangan kualitas pembelajaran Tata Bahasa di BIPA UMN.

II. Pembahasan
          Permainan SUKA ( beserta Animasi Cerita Interaktif atau CERITERA) adalah media ajar berupa papan dan digital yang terintegrasi dengan 20 bahan ajar BIPA (buku dan CD) yang ditulis oleh Tim Dahsyat dan Gundu Productions untuk memartabatkan bahasa (bangsa) Indonesia.
A. Tujuan Permainan
SUKA adalah sebuah permainan papan dan digital yang memiliki tujuan menyusun kalimat sebanyak-banyaknya menggunakan kata dari kartu-kartu yang didapat dengan berdasar pada unsur gramatikal S-P-O-K. Setiap kalimat yang berhasil disusun akan mendapatkan nilai.
B. Prosedur memulai permainan
1.      Setiap pemain memilih satu dari empat peran yang ada yaitu Bapak Kanigoro, Ibu Niken, Gora atau Gori.
2.      Pemain mengocok kartu S (Subjek), P (Predikat), O (Objek), K (Keterangan) dan + (efek) lalu diletakkan pada setiap posisi yang sudah disediakan di papan permainan.
3.      Setiap  pemain mengambil satu kartu P, O,  dan K dari tumpukan kartu.
4.      Pemain menyiapkan papan kecil permainan untuk nanti menyusun kartu jawaban.
5.      Pemain yang mendapatkan peran Bapak Kanigoro berjalan terlebih dahulu, lalu diikuti pemain lain dengan searah jarum jam. Dalam permainan digital, Anda berperan sebagai Gora.
6.      Pemain memulai giliran dengan melakukan salah satu dari dua aksi berikut.
a.   Pemain melempar dadu untuk memulai giliran, kemudian memindahkan pionnya sesuai angka pada dadu.
b.   Pemain menggunakan kartu efek aktif.
7.      Jika setelah melempar dadu pemain mendarat di kotak S (subjek), P (predikat), O (objek) atau K (keterangan), pemain mendapatkan kartu sesuai dengan kode dari setiap kotak.
a.   Jika kartu yang hendak diambil tersebut habis, pemain yang mendarat di kotak yang kartunya habis dapat secara bebas mengambil tipe kartu kecuali kartu +.
8.      Jika pemain mendarat di kotak +, dia mendapatkan kartu + (efek). Kartu + harus dibuka dan diletakkan di tempat yang ditentukan.
a.     Jika pemain tersebut telah memiliki kartu efek dan tidak menggunakaannya di awal giliran, kartu efek yang dimiliki sebelumnya digantikan dengan kartu efek baru tanpa bisa digunakan.
9.      Jika  mendarat di kotak 1, 2, 3 atau 4,  pemain dengan nomor itu yang memilihkan kartu yang diambil.
a.       Jika pemain mendarat di kotak tersebut, tetapi tidak ada pemain (jumlah pemain di bawah 4), pemain berhak mengambil kartu apapun yang diinginkan kecuali kartu +.
10.  Setelah menggerakkan pion permainan, pemain dapat menyusun kata sesuai dengan kartu yang dimiliki menjadi kalimat yang tepat.
11.  Pada saat di pertigaan jalan, pemain naik ke atas terlebih dahulu ke angka paling atas dan kembali turun untuk melanjutkan jalan.

C. Pedoman Penyusunan Kartu
1.   Jika memiliki kartu yang dapat dijadikan kalimat, pemain meletakkannya ke papan kecil   
   permainan dan menunjukkannya ke seluruh pemain. Jika seluruh pemain setuju, pemain menyimpan kartu tersebut terpisah dari kartu belum tersusun.
2.      Pemain menyusun kalimat pada papan permainan kecil.
3.  Dalam menyusun kalimat, pemain dapat menggunakan karakter yang dimilikinya (Bapak Kanigoro, Ibu Niken, Gora atau Gori) sebagai pengganti kartu subjek.
4.   Kalimat yang disusun harus disusun sesuai dengan kaidah dari penyusunan kalimat bahasa Indonesia yang baik dan benar.
5.      Pemain dapat menyusun kalimat menjadi S+P, S+P+O, S+P+K, S+P+K+K dan S+P+O+K.
6.   Dalam kegiatan kelas, susunan kalimat dapat diubah sesuai ketentuan dari pengajar atau fasilitator.
7. Dalam menyusun kalimat, pemain dapat menggunakan kartu mimik untuk menggantikan kekurangan kartu yang akan disusun menjadi kalimat.

D. Prosedur akhir permainan
1.   Permainan berakhir jika kartu S, P, O, dan K pada papan permainan sudah habis. Pada tahap tersebut pemain tidak dapat menciptakan kalimat baru.
2.      Pemain menjumlah seluruh nilai positif dari kartu yang berhasil dibentuk menjadi kalimat.
a.       Kata yang dibentuk dari karakter yang dimiliki pemain tersebut sebagai pengganti subjek  memiliki nilai nol.
b.      Kata yang dibentuk dari kartu mimik memiliki nilai nol.
3.      Pemain menjumlah seluruh nilai negatif dari kartu yang dimilikinya, tetapi tidak berhasil dibentuk menjadi kalimat.
a.       Kartu efek mimik memiliki nilai nol.
4.      Seluruh nilai positif dikurangi nilai negatif sehingga pemain mendapatkan nilai akhir.
5.      Pemain dengan nilai akhir tertinggi menjadi pemenang dari permainan papan suka.

E. Kartu Kata: kartu yang digunakan dalam penyusunan kalimat bahasa Indonesia yang baik dan benar. Kartu kata terdiri dari empat jenis kartu yaitu kartu subjek, kartu predikat, kartu objek dan kartu keterangan. Pada saat permainan kartu disusun di papan kecil permainan yang telah disediakan dan dipertunjukkan ke lawan atau guru di kelas untuk dinilai keabsahannya.
1.      Kartu Subjek: kartu kata subjek yang digunakan dalam penyusunan kalimat. Dalam permainan, pemain dapat menggunakan karakter yang dimilikinya (Bapak Kanigoro, Ibu Niken, Gora atau Gori) sebagai pengganti kartu subjek. Pada kegiatan guru dapat memodifikasi kondisi kartu subjek sesuai dengan tujuan pembelajaran.
2.      Kartu Predikat: kartu kata predikat yang digunakan dalam penyusunan kalimat. Teks me-, me-i dan me-kan merupakan petunjuk kata imbuhan yang dapat digunakan dalam menyusun kalimat. Pada kegiatan kelas kata imbuhan dapat diubah sesuai dengan petunjuk guru.
3.      Kartu Objek: kartu kata objek yang digunakan dalam penyusunan kalimat. Pada kegiatan guru dapat memodifikasi kondisi kartu objek sesuai dengan tujuan pembelajaran.
4.      Kartu Keterangan: kartu kata keterangan yang digunakan dalam penyusunan kalimat. Teks di, ke dan dari merupakan petunjuk kata sambung yang dapat digunakan dalam menyusun kalimat. Pada kegiatan kelas kata sambung dapat diubah sesuai dengan petunjuk guru.

F. Kartu Efek: kartu yang dapat memengaruhi jalan permainan dengan membantu pemain atau menghalangi lawan dalam menyusun kalimat Kartu efek terdiri dari dua jenis kartu yaitu Kartu Efek Aktif dan Kartu Efek Mimik. Setiap kali pemain menggunakan kartu efek maka kartu efek dikembalikan ke tumpukan kartu di tengah papan permainan.

III. Simpulan
Setelah mereka mengikuti pembelajaran Tata Bahasa yang menggugah dan menggairahkan melalui SUKA di BIPA UMN, predikat negatif seperti yang sudah dijelaskan pada bagian awal makalah ini berubah menjadi sesuatu yang positif. Bersemangat di setiap pertemuan, semangat kompetisi, aktif, lebih tertantang, banyak inspirasi, menyenangkan, termotivasi untuk lebih serius belajar, mengasah kemampuan cepat tanggap, melatih kerja sama, menumbuhkan daya saing yang positif,  lebih kritis,  seru, menghibur, penuh kreativitas, mengasyikkan, sangat efektif, interaktif,  atraktif, inovatif, dan membuat Tata Bahasa menjadi mata kuliah yang dirindukan. Dengan demikian, SUKA dapat menjadi alternatif media pembelajaran Tata Bahasa yang baik dan efektif bagi penutur asing.

Daftar Pustaka
Alwi, Hasan. 2011. Bahasa Indonesia: Pemakai dan Pemakaiannya. Jakarta: Badan Pengembangan 
            danPembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Barr, R. B., & Tagg, J. 1995. “From Teaching to Learning -- A New Paradigm for Undergraduate
Education.” Change, 27 (6), 12 – 25.
Ekoyatmi, Lucia. 2010. Pengaruh Strategi Pembelajaran dan Motivasi Belajar terhadap Hasil 
 Belajar Bahasa Jepang: Suatu Eksperimen di Aksekma Don Bosco Jakarta, 2007. Sinopsis Disertasi Program Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta.
Froyd, Jeffrey dan Simpson, Nancy. 2010. Student-Centered Learning Addressing Faculty Questions
about Student-centered Learning.
Gadamer, Hans-Georg. [1975] 1989. Truth and Method, Second, RevisedEdition. Diterjemahkan oleh 
 Joel Weinsheimer dan Donald G. Marshall. London dan New York: Continuum.
Ginanto, Dion Eprijum. 2011. Jadi Pendidik Kreatif dan Inspiratif.Yogyakarta: Jogja Bangkit    
              Publisher.
Komalasari, Elis. 2013. Pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang Pendidikan Anak Usia Dini
              Eletronik.
Mouly, George J. 1973. Psychology for Effective Teaching, Third Edition. New York, dll.: Holt, 
   Rinehart and Winston, Inc.
Putranto, Hendar. 2010. “Mencari, Menemukan, dan Mengomunikasikan Nilai-Nilai Bermain dalam
Konteks pendidikan.”Jurnal UltimaComm, volume 2, nomor 1, hlm. 52 - 63.
Sharifah Fauziah Hanim Syed Zain, Farah Eliza Mohd Rasidi, dan Ismin Izwani Zainol Abidin. 2012.
“Student-Centred Learning In Mathematics    Constructivism In The Classroom,” Journal of International Education Research. Fourth Quarter 2012, Volume 8, Number 4. Supriyoko, Ki. 2012. Merealisasikan Gagasan Ki Hajar DewantaraUntuk Menyongsong Generasi Emas Indonesia. Seminar Nasional UMK Kudus, di Auditorium UMK Gondangmanis, 15 September 2012.





[1] Lihat peta signifikansi konsep “bermain” ini dalam bangunan besar pemikiran Gadamer dalam http://plato.stanford.edu/entries/gadamer/