Senin, 10 Agustus 2015

Penerapan Teori MultiIntelegensi Gardner



Penerapan Materi Kuliah Hari Kedua: Multiintelegensi Gardner
Dosen: Dr. Robinson Situmorang, M.Pd. pada makalah:


Fotografi  sebagai Alternatif Bahan  dan Media Ajar
Berbasis Multiintelegensi di Kelas BIPA Mahir 
Sekolah Kampung Bahasa “Bloom Bank” :
Sebuah Kajian Teori Intelegensi Gardner

Niknik M. Kuntarto
Universitas Negeri Jakarta


Abstrak:
Akhir-akhir ini sedang marak fotografi sebagai kegiatan yang menyenangkan bagi sebagian banyak orang. Sekolah Kampung Bahasa “Bloom Bank” menangkap kesempatan tersebut dan memasukkan fotografi ke dalam salah satu materi dan media ajar dalam pembelajaran BIPA kelas Mahir. Selain dapat mengembangkan kecerdasan linguistik yang berhubungan dengan kosakata dunia fotografi, peserta BIPA juga dapat menyalurkan kecerdasan lain seperti kecerdasan visual-spasial, kecerdasan kinestetik, kecerdasan matematika, kecerdasan musik, kecerdasan intrapersonal, dan kecerdasan naturalistik.  Pembelajaran BIPA melalui kegiatan fotografi ini ternyata dapat menggugah dan menggairahkan peserta BIPA untuk lebih aktif dan atraktif belajar bahasa Indonesia. Seperti apakah pembelajaran BIPA yang menggugah dan menggairahkan melalui fotografi dilakukan di Kampung Bahasa “Bloom Bank”? Itulah yang akan dibahas dalam makalah ini.   

Kata kunci:  pembelajaran, multiintelegensi,  fotografi,  menggugah, dan menggairahkan

A. Pendahuluan
Pemilihan materi dan media ajar belajar bahasa Indonesia bagi penutur asing atau BIPA selalu menarik perhatian, dinamis, dan menantang para pengajar. Seorang pengajar BIPA selalu harus tampil di hadapan peserta BIPA dengan persiapan yang maksimal. Jika tidak dilakukan, pengajar BIPA akan berhadapan dengan berbagai masalah. Pertama, materi tidak dapat tersampaikan dengan baik kepada peserta BIPA karena materi kurang sesuai. Kedua, peserta BIPA kecewa dan frustasi karena sulit memahami bahasa Indonesia karena materi terlalu sulit. Ketiga, bisa saja, peserta asing tidak semangat belajar bahasa Indonesia karena media ajar kurang menarik. Keempat, tidak menutup kemungkinan, pengajar memasuki kelas dan ternyata semua peserta meninggalkan kelas karena kurang tergugah dan tergairahkan. Semua terjadi karena pengajar BIPA akan berhadapan dengan berbagai peserta yang berasal dari berbagai Negara dengan warna-warni budaya, dengan latar belakang sosial beragam, dan dengan kecerdasan yang jamak.
Pengalaman tersebut, sering kali  dirasakan tidak hanya oleh pengelola BIPA yang baru memulai kegiatan dalam pengajaran BIPA, tetapi  juga pengelola BIPA yang telah berpengalaman selama puluhan tahun dalam menyelenggarakan program BIPA. Inilah yang menyebabkan selalu ramainya forum pertemuan dihadiri oleh para pegiat BIPA. Mereka butuh berdiskusi, saling tukar pikiran, dan berbagi pengalaman di antara pengajar, pegiat, dan pengelola BIPA. Akhirnya, kebutuhan tersebut menjadi tuntutan yang tidak dapat ditawar-tawar lagi. Pengajar BIPA harus terampil mempersiapkan materi dan  media ajar BIPA yang menarik,  menggugah, dan menggairahkan.
Pengajar BIPA yang biasa-biasa saja adalah mereka yang selalu memberikan pengetahuan. Pengajar BIPA yang baik adalah mereka yang selalu menjelaskan apa yang seharusnya diajarkan. Pengajar BIPA yang sangat baik adalah mereka yang selalu mendemonstrasikan dan memberi contoh apa yang diajarkan. Pengajar BIPA yang istimewa adalah mereka yang sanggup menggugah dan menggairahkan mahasiswa untuk belajar dan menemukan nilai-nilai pengetahuan dan moral (Ginanto, 2011; Ekoyatmi, 2010). Berdasarkan kategori tersebut,  tentu tipe pengajar BIPA yang terakhir yang dibutuhkan oleh peserta BIPA. Namun, permasalahannya adalah apa yang harus dilakukan atau disiapkan oleh pengajar BIPA agar menjadi pengajar yang istimewa yang sanggup menggugah dan menggairahkan peserta BIPA. Kegiatan fotografi adalah salah satu materi ajar yang diusulkan pada makalah ini sebagai kegiatan belajar bahasa Indonesia yang menyenangkan, menggugah, dan menggairahkan peserta BIPA yang berbasis multiintelegensi.

B. Pembahasan
1. Fotografi sebagai Materi dan Media Ajar
            Fotografi  adalah seni untuk membuat cerita tentang dunia dari sudut pandang kita sendiri. Fotografi juga memberi kesempatan kepada kita untuk melihat dunia dengan cara yang berbeda-beda. (Wahyu Darsito & Mario Wibowo, 2014). Dalam dunia pendidikan, fotografi dapat dimanfaatkan sebagai materi ajar juga media ajar yang menarik dan efektif. Apalagi saat ini kecenderungan sebagian besar orang menyukai kegiatan fotografi pascatumbuh kembangnya komunikasi di jejaring sosial seperti Facebook, Path, Instagram. Fotografi menjadi gaya hidup hampir setiap orang. Fotografi menjadi kebutuhan hidup. Fotografi menjadi ajang eksistansi diri. Berdasarkan gambaran tersebut, penulis ingin memanfaat situasi ini menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi pembelajaran, terutama dalam belajar bahasa Indonesia bagi penutur asing yang menggugah dan menggairahkan berbasis multiintelegensi.
            Berdasarkan standar pemetaan kompetensi dasar bahasa Indonesia untuk penutur asing   The Common European Framework of Reference for Language (CEFR), pada  C1.3 dijelaskan bahwa peserta BIPA level mahir  mampu menggunakan bahasa secara efektif sesuai situasi tutur untuk keperluan sosial, akademis, dan profesional.  Kemudian, pada C1.4 dijelaskan bahwa peserta BIPA level mahir mampu menghasilkan teks  tentang topik sosial, akademis, dan/atau profesional   dengan bahasa yang jelas, terstruktur, alurnya sistematis, terperinci, dan memperlihatkan pola organisasi teks  yang sistematis. Berdasarkan kedua kompentensi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pada level mahir, peserta BIPA harus mampu memahami dan menggunakan bahasa yang berhubungan dengan profesi tertentu. Fotografer adalah salah satu profesi yang ada pada masyarakat yang mulai banyak digemari. Oleh karena itu, tidak salah bila fotografi dipilih sebagai materi ajar dan juga sekaligus media ajar belajar bahasa Indonesia untuk penutur asing.
            Berdasarkan Garis-Garis Besar Program Pengajaran di BIPA Sekolah  Kampung Bahasa “Bloom Bank”yang mengacu pada standar kompetensi CEFR, pada level mahir, peserta BIPA dibekali pengetahuan dan kemampuan untuk mengembangkan diri menjadi ekspatriat yang memiliki pengetahuan dan sikap positif terhadap bahasa Indonesia sebagai bahasa asing dan mampu menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari secara baik dan benar, baik secara lisan maupun tulis,  untuk mengungkapkan pemahaman, perasaan, dan untuk berbagai keperluan dalam bidang ilmu, teknologi, dan seni serta profesinya masing-masing. Keterampilan yang akan dikuasai dalam BIPA Mahir lebih bervariasi seperti mendongeng, berpidato, berdiskusi, menjadi pembawa acara/ MC, menjadi penyiar, menjadi pembaca berita, dan presenter dengan tema-tema yang lebih menarik seperti videografi, fotografi, budaya, film, komik, dan sosial politik  Semua materi diraih oleh mahasiswa melalui metode pembelajaran yang menarik dan atraktif (entertaining method) dan jenis evaluasi yang menantang dan menggugah mahasiswa untuk bersemangat belajar bahasa Indonesia. Sementara itu, capaian pembelajaran pada level mahir adalah peserta BIPA dapat mempraktikkan keterampilan berbicara saat menyanyi, mendongeng, berpidato, berdiskusi, menjadi pembawa acara/ MC, menjadi penyiar, menjadi pembaca berita, dan presenter dengan tema-tema yang menarik seperti videografi, fotografi, budaya, film, komik, dan sosial politik sebagai alat komunikasi dengan cara menerapkan kesantunan bahasa yang baik dan benar secara  lisan dibuktikan dengan rekaman.
            Menurut Parke (1966), terdapat empat komponen bahasa, yakni fonologi, semantik, tata bahasa, dan pragmatik. Fonologi telah melahirkan keterampilan mendengarkan atau menyimak. Semantik melahirkan keterampilan membaca, sedangkan tata bahasa melahirkan morfologi dan sintaksis. Tata bahasa akan menggambarkan pengombinasian kata-kata menjadi frasa, klausa, dan kalimat. Pragmatik melahirkan keterampilan bahasa dalam konteks sosial, yakni menulis dan berbicara.  Fotografi dipilih menjadi materi ajar yang menarik dengan pendistribusian ke berbagai keterampilan, baik  menyimak, membaca, berbicara, menulis, maupun tata bahasa.
            Berdasarkan pada GBPP BIPA Sekolah Kampung Bahasa “Bloom Bank”, khusus pada pokok bahasan dengan tema fotografi, pada keterampilan menyimak, peserta diminta untuk menemukan informasi penting tentang kegemaran memotret hewan, bunga, alam, manusia, gedung, dan lain-lain. Pada sesi ini, peserta diperkenalkan kosakata yang berhubungan dengan fotografi seperti diafragma, pajanan, rana, cahaya, fokus, pemindai, autofokus, blur, buram, bidik, komposisi, adegan, lensa, cermin, sensor, manual, otomatis, digital, lampu kilat, objek, kamera,sudut gambar, sudut pandang, bingkai, dokumentasi, cekung, dan cembung.
            Pada keterampilan membaca, peserta BIPA belajar memahami kalimat-kalimat instruksi tentang langkah-langkah dalam kegiatan fotografi dalam buku manual.Peserta juga dibekali pengetahun kebahasaan berupa konjungsi  intrakalimat dan antarkalimat sebagai penanda rangkaian kegiatan fotografi. Mereka harus paham perbedaan tetapi dan namun, sedangkan dan sementara itu, juga antara sehingga dan oleh karena itu.Selain itu, pada level mahir, perlu diberikan standar kecepatan membaca dengan ukuran kata per menit (kpm).
            Pada keterampilan berbicara, peserta BIPA diminta untuk mempresentasikan pengalaman belajar fotografi sambil menunjukkan hasil karyanya disertai penjelasan teknik-teknik fotografi yang sudah dipelajari dan dipraktikkannya atau peserta juga bisa mempresentasikan tips memotret yang baik.
            Pada keterampilan tata bahasa, peserta BIPA belajar membuat kalimat-kalimat instuksi seperti langkah-langkah memotret: buka penutup kamera, tekan tombol on off kamera, atur pencahayaan dengan baik, bidik gambardengan tepat, dan sebagainya. Pada tata bahasa peserta BIPA juga belajar kelompok nomina dengan konfiks peng-an seperti pengaturan gambar, pemotretan, pengambilan gambar, pencahayaan, pembingkaian gambar, pemantulan, perencanaan matang, danpemandangan. Selain itu, mereka juga belajar nomina konfiks ke-an seperti kecepatan cahaya, kedalaman, ketajaman, ,dan  konjungsi korelatif seperti semakin ..., semakin....
            Pada keterampilan menulis, peserta BIPA berlatih menulis eksposisi dengan jenis tips atau kiat memotret dengan mudah. Pada sesi ini, peserta BIPA diminta menerapkan pengetahuan tata bahasa yang berhubungan dengan kalimat instruksi,  nomina konfiks peng-an, dan konjungsi baik intrakalimat, antarkalimat, maupun korelatif seperti pada kalimat Semakin lama rana membuka lebih banyak cahaya, semakin banyak sensor menangkap cahaya.Semakin rendah ASA, semakin gelap foto yang dihasilkan.Semakin tinggi ASA, semakin terang foto yang dihasilkan.Semakin tinggi ASA, semakin sensitif sensor kamera terhadap cahaya.

2. Fotografi sebagai Bahan Ajar Berbasis Multiintelegensi
Berdasarkan teori intelegensi yang dikembangkan oleh Gardner (dalam Jamaris, 2012:99-101), intelegensi tidak hanya ditentukan oleh satu faktor yang dikenal dengan general intelligence, tetapi ditentukan oleh sejumlah faktor yang digolongkan ke dalam delapan kecerdasan, yakni visual- spasial, linguistik, kinestetik, matematik, musik, interpersonal, intrapersonal, dan naturalistik. Selanjutnya, dijelaskan juga bahwa kemampuan multiintelegensi setiap individu berbeda. Seorang individu dapat memiliki kemampuan yang tinggi pada sebagian dari multiintegensi ini, tetapi dapat juga tidak tinggi pada multiintelegensi lainnya.
Pandangan Gardner ini sangat mendukung terwujudnya tipe pengajar BIPA yang keempat, yang istimewa, yang sanggup menggugah dan menggairahkan siswanya dalam belajar bahasa Indonesia sesuai kemampuan intelegensi. Pandangan Gardner ini dapat menjadi  inspirasi para pengajar untuk membelajarkan siswa berdasarkan delapan intelegensi tersebut. Melalui pembelajaran multiintelegensi, siswa dapat belajar sesuai dengan bakat dan minat yang siswa miliki sehingga  termotivasi, tergugah, dan tergairahkan untuk belajar. Pembelajaran ini tentu akan menjadi sesuatu yang bermakna bagi diri siswa. Dengan bersandar pada teori Gardner,   multiintelegensi akan  untuk menolong siswa menyadari potensi terpendam mereka.
Terkait dengan penerapan teori multiintelegensi dalam proses pembelajaran, selain merupakan motivasi dasar untuk membantu untuk semua siswa belajar, juga telah menggerakkan para pengajar dalam menggali teori multiintelegensi sebagai alat yang memungkinkan keberhasilan lebih banyak lagi diraih oleh para siswa. Tampak bahwa teori multiintelegensi mengajarkan bahwa semua anak cerdas, tetapi mereka cerdas dalam cara yang berbeda.(Semiawan, 2009: 78-81)
Untuk mewujudkan teori Gardner tersebut, penataan kelas tentu tidak sama dengan kelas konvensional. Dibutuhkan suatu keberanian bagi seorang pengajar untuk mengajar siswa belajar di alam terbuka. Melalui alam terbuka pengajar memiliki keleluasaan dalam mengembangkan metode ajar. Menurut Robinson Situmorang (2004: 6 dan 28), metode yang tepat dalam melibatkan psikomotorik dan afektif adalah  demonstrasi, simulasi, peragaan, kerja praktik dan sejenisnya. Fotografi memerlukan peragaan, memerlukan kerja praktik. Oleh karena itu, pembelajaran fotografi leih tepat dilakukan di luar kelas agar tujuan tercapai dan siswa merasakan sesuatu yang lebih bermakna. Di sinilah, menurut Robinson Situmorang,  simpul-simpul kenangan akan terikat di memori siswa.
 Berikut adalah contoh-contoh kemampuan individu yang relevan dengan multiintelegensi (dalam Jamaris, 2012: 100) melalui bahan dan media ajar fotografi.
Intelegensi
Contoh Individu
Penjelasan
Penerapan dalam Pembelajaran Fotografi
Kinestetik
Penari, atlet, ahli bedah, pemahat, dll.
Kemampuan dalam mengoordinasikan gerakan fisik dengan baik.
Seorang fotografer harus memiliki kemampuan dalam mengoordinasikan gerakan tangan, mata, posisi tubuh saat mengambil gambar atau sudut pandang (angle of view) yang terbaik.
Interpersonal
Guru, konsultan, politis, pemuka agama, dll.
Kemampuan dalam menyentuh perasaan seseorang untuk menerima saran dan anjuran.
Foto adalah pesan dalam gambar. Foto dapat menjadi alat penyampai pesan kepada masyarakat. Melalui foto kemanusian, masyarakat dapat tergugah untuk melakukan sesuatu demi kemanusiaan.
Intrapersonal
Individu yang memiliki pemahaman baik tentang dirinya: seniman
Kemampuan untuk mengenal kekuatan dan kelemahan diri sendiri.
 Seorang fotografer harus memiliki kekuatan dalam mengenal kelebihan dan kelemahan dirinya. Ada banyak teknik pemotretan dan fotografer yang handal tahu di teknik mana ia dapat menghasilkan foto yang bagus.
Linguistik
Sastrawan, penulis, orator, ahli komunikasi, dll.
Kemampuan untuk berkomunikasi secara lisan dan tulis dengan baik, serta kemampuan menguasai beberapa bahasa dengan baik.
Foto adalah cerita bergambar. Melalui foto saja seseorang bisa menceritakan kejadian di mana pun. Foto yang baik adalah foto yang bisa bercerita tanpa kata-kata. Seorang fotografer yang handal harus dapat mengomunikasikan cerita yang akan ia angkat ke melalui foto.
Matematik - Logis
Ahli matematika, ahli berpikir, dll.
Kemampuan untuk mempelajari sesuatu yang membutuhkan daya abstraksi yang tinggi dan kemampuan dalam memecahkan masalah yang rumit disertai dengan argumentasi  yang logis.
Foto yang baik dihasilkan oleh komposisi yang berimbang antara ISO, aperture, dan speed. Seorang fotografer harus dapat menghitung  sensitivitas sensor terhadap cahaya agar gambar yang dihasilkan terang. Seorang fotografer harus menghitung lebar bukaan lensa agar kedalaman fokus gambar dapat diatur. Seorang fotografer juga harus bisa menghitung kecepatan kamera dalam mengambil gambar agar tepat sasaran.
Musik
Musisi, komposer musik, dan penari
Kemampuan dalam mempelajari, menciptakan, dan melakukan pagelaran seni musik dan tari,
Kumpulan foto-foto kegiatan akan lebih indah dan bermakna bila dijadikan album foto yang dibuat secara digital dengan iringan musik yang disesuaikan dengan tema album foto. Ketepatan pemilihan musik yang akan menjadi latar belakang tampilan album foto memerlukan kecerdasan ini.
Naturalistik
Biologis dan pencipta pelestarian alam
Kemampuan untuk memahami berbagai species yang berbeda-beda, memahami pola kehidupannya, mengklasifikasikan, dan melestarikannya.
Ada banyak tipe fotografer berdasarkan objek gambar. Ada fotografer yang suka memotret bunga-bungaan, binatang, alam, pemandangan. Fotograf dapat menjadi pengembangan kecerdasan naturalistik. Melalui fotografi, seseorang dapat mengabadikan dan melestarikan alam beserta keindahan isinya.
Visual-Spasial
Pelaut, ahli bedah, pemahat, pelukis, dll.
Kemampuan untuk mengetahui lokasi atau tempat secara tepat, kemampuan untuk menyelesaikan pekerjaan yang membutuhkan visualisasi tiga dimensi.
Fotografer adalah profesi yang dapat disamakan dengan pelukis dan pemahat. Perbedaannya terletak pada alat. Pelukis menggunakan kuas, pemahat menggunakan pahat, dan fotografer menggunakan kamera sebagai alat untuk mengabadikan peristiwa melalui foto. Kemampuan kecerdasan visual-spasial juga dibutuhkan oleh seorang  fotografer dalam memvisualisasikan setiap gambar apa pun baik dua dimensi maupun tiga dimensi.


3. Belajar Bahasa Indonesia melalui Kegiatan Fotografi sebagai Proses Pembelajaran yang Menggugah dan Menggairahkan
Benjamin S. Bloom memformulasikan klasifikasi tujuan pendidikan ke dalam tiga aspek, yaitu aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek psikomotor (Bloom, 1956).Aspek kognitif berorientasi pada kemampuan berpikir secara intelektual, mulai sederhana hingga kompleks.Aspek afektif berorientasi pada perasaan, emosi, sistem, nilai, dan sikap. Sementara itu, aspek psikomotor berhubungan dengan kegiatan yang dilakukan secara fisik dan  bersinggungan dengan penggunaan anggota tubuh.
Dengan mendasar pada aspek kognitif, peserta BIPA dapat mendapatkan pengetahuan yang berhubungan dengan kegiatan fotografi. Apalagi, kini fotografi menjadi bagian penting jurnalistik yang kini sudah menjadi interdisiplin ilmu, layaknya ilmu videografi, seni rupa, komunikasi, psikokogi, dan sosiologi (Kiger, 1972).Perkembangan kegiatan fotografi saat ini sangat pesat terlebih setelah berkembangnya kemajuan teknologi, dimulai dengan penemuan kamera obscura hingga penemuan digital fotografi. Tuntutan zaman yang serba instan, praktis dan ekonomis membuat fotografi pada akhirnya semakin luas peranannya di semua disiplin ilmu pengetahuan. Fotografi tidak hanya digunakan hanya untuk sarana dokumentasi semata, tetapi sudah menginjak dunia industri baik komersial maupun nonkomersial. Melalui fotografi, peserta BIPA memperoleh pengetahuan ilmu memotret, ilmu menggambar melalui cahaya, dan ilmu menghitung kecepatan, ketajaman, dan ketepatan cahaya. Melalui fotografi, peserta BIPA memperoleh pengetahuan kebahasaan seperti kosakata baru bidang fotografi, kalimat-kalimat instruksi, konjungsi antarkalimat dan intrakalimat, juga pengetahuan ketatabahasaan seperti penggunaan nomina konfiks ke-an dan pe-an.Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa melalui fotografi, peserta BIPA dapat mengembangkan kecerdasan linguistik, matematik, naturalistik, dan visual spasial.
Dengan mendasar pada aspek afektif, peserta BIPA dapat mengepresikan perasaan melalui kegiatan fotografi. Kepekaan pada keindahan akan lebih terlatih. Kepekaan terhadap kepedulian pada lingkungan juga akan teruji. Selain itu, melalui kegiatan fotografi, peserta BIPA lebih mengenal permasalahan sosial dan budaya yang ada pada masyarakat Indonesia. Belajar bahasa juga belajar budaya. Semua tercapai melalui pembelajaran bahasa Indonesia dengan media fotografi. Setelah  mereka terampil memotret, mereka dapat berkisah dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Mereka bisa menghasilkan teks berbahasa Indonesia yang mengandung unsur kebenaran, keindahan, dan keharuan tentang apa pun melalui foto-foto yang dihasilkan. Dapat disimpulkan bahwa, melalui fotografi, peserta BIPA dapat mengembangkan kecerdasan interpersonal, intrapersonal, musik, dan naturalistik.
Dengan mendasar pada aspek psikomotor, peserta BIPA dapat terampil memegang kamera dengan baik dan benar. Peserta BIPA dapat lebih lincah bergerak mengekpresikan diri melalui kegiatan fotografi. Mereka belajar tidak hanya di dalam kelas, tetapi belajar di luar kelas seperti di taman kampus, di lingkungan masyarakat sekitar kampus, dan di lingkungan tempat mereka tinggal atau bekerja. Mereka diberi kebebasan bergerak belajar bahasa Indonesia di laboratorium sesungguhnya, masyarakat.Melalui aspek psikomotor, peserta BIPA terampil menghasilkan karya fotografi yang baik. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa melalui fotografi, peserta BIPA dapat mengembangkan kecerdasan kinestetik dan visual spasial.
Kesemuanya itu tanpa terasa bahwa pembelajaran bahasa Indonesia melalui kegiatan fotografi telah dilakukan dengan pendekatan empirisme, yakni pendekatan pembelajaran yang mendasarkan pada bahwa cara memperoleh pengetahuan dapat dilakukan melalui pengalaman. Pengalaman adalah sumber pengetahuan. Ya, para peserta BIPA sungguh-sungguh belajar bahasa Indonesia dengan cara langsung terlibat. Mengalami sendiri secara faktual.Mereka secara langsung mendapatkan pengetahuan berdasarkan tangkapan pancaindera yang terakumulasi menjadi kumpulan fakta-fakta.Mereka melakukan learning by doing.Sungguh pembelajaran yang menarik, menggugah, dan menggairahkan peserta BIPA.

C. Simpulan
Berdasarkan pengalaman yang telah dilakukan oleh penulis, pembelajaran bahasa Indonesia dengan menggunakan materi dan media ajar fotografi sebagai pembelajaran berbasis multiintelegensi telah membuat peserta BIPA tergugah dan tergairahkan. Peserta BIPA   dapat mengembangkan bakat dan minat terhadap fotografi yang disesuaikan dengan latar belakang kecerdasannya yang majemuk sehingga tanpa sadar  keterampilan berbahasa mereka meningkat. Di setiap akhir pertemuan mingguan, biasanya mereka diminta untuk menjalani tes kosakata yang dikuasai setelah belajar bahasa Indonesia selama  15 jam. Pada kelas Mahir, rata-rata peserta BIPA dapat menghafalkan 50 kosakata kosakata per menit. Namun, khusus pada pokok bahasan bahasa Indonesia melalui fotografi, selama satu minggu atau 15 jam, penguasaan bahasa mereka menjadi 80 kosakata baru per menit atau meningkat sebanyak 40%.Ini menunjukkan bahwa khusus pada pokok bahasan fotografi, penguasaan kosakata meningkat dan menjadi petanda yang baik. Mereka tertarik, tergugah, dan tergairahkan dengan adanya kegiatan belajar bahasa Indonesia melalui fotografi. Kenyataan positif ini didukung pula dengan testimoni  para peserta yang menuliskan kesan dan pesan dalam bentuk kartun menarik karya mereka juga.
Pemilihan materi dan media ajar berupa kegiatan fotografi, selain  bergairah mengikut pembelajaran bahasa Indonesia, mereka juga merasa tertantang dengan evaluasi yang dilakukan. Setelah memperoleh pengetahuan tentang fotografi, memperoleh keterampilan memotret, dan memperoleh pengalaman secara langsung tentang keindahan dan kehidupan, mereka juga memperoleh umpan balik dengan menerima penilaian dari narasumber.Ya, penulis sengaja mendatangkan juri yang berkemampuan di bidangnya untuk menilai karya foto mereka.Suatu kebanggaan bagi peserta BIPA, ketika hasil karyanya terpajang di dinding kelas atau ruang guru. Itulah pembelajaran bahasa Indonesia bagi penutur asing melalui kegiatan fotografi.



Daftar Pustaka

Aurum, Jerry. 2013. Hampir Fotografi. Jakarta: Citra Wira Kreasi.
Alwi, Hasan. 2011. Bahasa Indonesia: Pemakai dan Pemakaiannya. Jakarta:
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Barr, R. B., & Tagg, J. 1995. “From Teaching to Learning -- A New Paradigm
for Undergraduate Education.” Change, 27 (6), 12 – 25. Versi elektronik dari artikel ini bisa diakses http://www.ius.edu/ilte/pdf/BarrTagg.pdf
Bloom, B.S. 1956.Taxonomy of  Educational Objectives: The Classification of
Educational Goals. New York: Longman Publishers.
Darsito, Wahyu & Mario Wibowo. 2014. Travel Photography. Jakarta: Kompas 
      Gramedia.
Ekoyatmi, Lucia. 2010. “Pengaruh Strategi Pembelajaran dan Motivasi Belajar
terhadap Hasil Belajar Bahasa Jepang: Suatu Eksperimen di Aksekma Don Bosco Jakarta,” Sinopsis Disertasi Program Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta.
Froyd, Jeffrey dan Simpson, Nancy. 2010. “Student-Centered Learning
Addressing Faculty Questions about Student-centered Learning”. Versi elektronik dari artikel ini bisa diakses di http://ccliconference.org/files/2010/03/Froyd_Stu-CenteredLearning.pdf
Gadamer, Hans-Georg.[1975] 1989.Truth and Method, Second, Revised
Edition.Diterjemahkan oleh Joel Weinsheimer dan Donald G. Marshall. London dan New York: Continuum.
Ginanto, Dion Eprijum. 2011. Jadi Pendidik Kreatif dan Inspiratif. Yogyakarta:
Jogja Bangkit Publisher.
Hastuti, Sri. 1992. Konsep-konsep Dasar Pengajaran Bahasa Indonesia.
Yogyakarta: PT Mitra Gama Widya.
Komalasari, Elis. 2013. “Pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang Pendidikan
Anak Usia Dini”. Versi elektronik dari artikel ini bisa diakses di http://elicious-edu.blogspot.com/2013/02/pemikiran-ki-hajar-dewantara-tentang.html
Jamaris, Martini. 2012. Orientasi Baru dalam Psikologi Pendidikan. Jakarta: Ghalia
Indonesia.
Jayanagara, Oscar. 2013. “Videografi sebagai Sarana Pembelajaran”. Dalam Jurnal
Ultima Humaniora, September 2013, hlm 83-102. Vol.I, No.2. Universitas
Multimedia Nusantara.
      Kiger, B. 1972. “Videography, What Does It All Mean?” Dalam American
Cinematography,10.
Mustansyir, Rizal & Misnal Munir. 2004. Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Semiawan, Conny R. 2009. Kreativitas Keberbakatan: Mengapa, Apa, dan
Bagaimana. Jakarta: PT Indeks
     Robinson Situmorang, Atwi Suparman, dan Rudi Susilana. 2004. Desain
Pembelajaran. Jakarta : Universitas Terbuka.







0 komentar: