Kamis, 27 Oktober 2011

Bahasaku, Riwayatmu Kini...

Cinta dan kasih sayang akan menjulang lebih tinggi jika kita akan kehilangan sesuatu. Tunas-tunas baru akan bermunculan mengiringi cinta dan kasih sayang agar kita tidak kehilangan. Mengapa tiba-tiba bangsa Indonesia begitu mencintai batik? Mengapa tiba-tiba Pemerintah dengan bersegera menetapkan Hari Batik Nasional? Ya, karena kita menyadari adanya rasa takut, takut kehilangan batik sebagai warisan budaya bangsa. Nah, sekarang pertanyaannya adalah kapan kita akan mencintai bahasa Indonesia. Apakah akan menunggu dulu sampai negara lain mengakui bahasa kita sebagai bahasa mereka, lalu barulah kita mencintai bahasa Indonesia?
Dengan diiringi lagu “Tanah Airku” karya Ibu Sud, deretan pertanyaan itu sering saya lontarkan saat mengawali proses pembelajaran di ruang kuliah agar bisa menyentuh hati mahasiswa untuk mencintai bahasa Indonesia. Kini, pertanyaan itu saya coba lontarkan kembali pada anak negeri di seluruh tanah air Indonesia, pemilik sah bahasa Indonesia untuk direnungkan pada hari ini, 28 Oktober 2011. Delapan puluh tiga tahun yang lalu, bahasa Indonesia ditetapkan sebagai Bahasa Nasional yang berfungsi sebagai lambang kebanggaan bangsa, lambang identitas bangsa, alat pemersatu, dan alat penghubung antardaerah.

Adanya bahasa nasional yang saat itu terbukti dapat menyatukan berbagai suku bangsa yang berbeda merupakan suatu kebanggaan bagi bangsa Indonesia. Ini menunjukkan bahwa bangsa Indonesia sanggup mengatasi perbedaan yang ada. Seperti yang kita ketahui bersama bahwa Indonesia terdiri atas berbagai suku bangsa yang budaya dan bahasanya berbeda. Agar kepercayaan diri yang kuat dapat dibangun, identitas diperlukan oleh sebuah negara. Identitas sebuah bangsa bisa diwujudkan di antaranya melalui bahasanya. Dengan adanya sebuah bahasa yang mengatasi berbagai bahasa yang berbeda, suku-suku bangsa yang berbeda dapat mengidentikkan diri sebagai satu bangsa melalui bahasa tersebut. Sebagai bangsa yang terdiri atas berbagai suku bangsa yang budaya dan bahasanya berbeda, bangsa Indonesia mengalami masalah besar dalam melangsungkan kehidupannya. Perbedaan dapat memecah belah bangsa ini. Dengan adanya bahasa Indonesia yang diakui sebagai bahasa nasional oleh semua suku bangsa yang ada, perpecahan itu dapat dihindari karena suku-suku bangsa di Indonesia merasa satu. Kalau tidak ada bahasa Indonesia, bangsa Indonesia dengan keanekaragaman suku bangsa akan menghadapi masalah perpecahan bangsa, terutama masalah komunikasi.

Kini, delapan puluh tiga tahun kemudian, masalah komunikasi tetap memegang peranan penting dalam menghadapi isu globalisasi yang berkaitan erat dengan era perdagangan bebas yang tidak mengenal lagi batas-batas negara. Komunikasi yang efektif juga sangat diperlukan dalam membina keharmonisan di antara mereka yang berlatar budaya berbeda. Hal ini dilakukan agar terjalin komunikasi yang baik dan kesalahpahaman di antara mereka dapat terhindarkan. Saat kebudayaan asing memasuki Indonesia, seharusnya selain kondisi yang tak terhindarkan menerima pengaruh budaya asing, kita pun harus memiliki kekuatan dalam memelihara dan melestarikan budaya bangsa agar tidak tergeser oleh budaya asing. Kondisi ini menuntut masayarakat Indonesia harus membuka diri terhadap budaya asing, termasuk bahasa. Sementara di sisi lain, masyarakat Indonesia juga dituntut tidak melupakan budaya dan bahasa Indonesia sebagai jatidiri bangsa Indonesia. Padahal, pada masyarakat Indonesia sendiri timbul keengganan untuk mempelajari bahasa Indonesia secara baik dan benar. Selain itu, cenderung di tengah-tengah masyarakat Indonesia bahwa dengan menggunakan bahasa asing akan lebih baik atau lebih prestise dibandingkan menggunakan bahasa sendiri bahasa Indonesia. Hal ini merupakan kondisi yang cukup memprihatinkan.

Dalam keadaan seperti ini, sudah sepatutnya sebagai warga negara Indonesia, pemilik sah bahasa Indonesia tertantang untuk inovatif agar dapat meningkatkan upaya Pemerintah dalam melindungi dan melestarikan bahasa Indonesia sebagai pemersatu bangsa. Hal ini menuntut masyarakat dari segala lapisan untuk turut serta dalam melakukan upaya-upaya inovatif, piawai dalam menangkap peluang mengalihkan budaya hedonisme dengan tetap menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Apalagi, saat ini keberadaan dan penggunaan bahasa Indonesia sudah diatur dalam Undang-undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang” Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan”.

Jadi, kapankah kita akan mencintai bahasa Indonesia? Apakah akan menunggu dulu sampai ada bangsa lain mengakui bahasa kita sebagai bahasa mereka? Tentu tidak!

Oleh karena itu, mulai sekarang marilah kita lebih mencintai bahasa Indonesia sebagai wujud rasa bangga kita memiliki bahasa sendiri, bahasa Indonesia! Berbanggalah memiliki skor tinggi Uji Kemarihan Berbahasa Indonesia (UKBI) daripada skor tinggi Test of English as a Foreign Language (TOEFL) Mulai sekarang marilah kita gunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam setiap kegiatan keseharian. Marilah kita biasakan diri menggunakan istilah ‘laman’ daripada website, ‘unggah’ daripada upload, ‘unduh’ daripada download, ‘salindia’ daripada slide, ‘daring’ daripada online, 'pengopot' daripada stepler/ penjegreg, 'mangkus dan sangkil' daripada efektif dan efisien dan sebagainya.

Hari ini, marilah kita gaungkan kembali ikrar pemuda-pemudi Indonesia 83 tahun lalu yang tertuang dalam Sumpah Pemuda agar selalu menggema di hati anak negeri.
Pertama
Kami poetera-poeteri Indonesia mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah air Indonesia.
Kedoea
Kami poetera-poeteri Indonesia mengakoe berbangsa jang satoe bangsa Indonesia.
Ketiga.
Kami poetra-poetri Indonesia, mendjoendjoeng tinggi bahasa persatoean bahasa Indonesia.

Selamat hari "Sumpah Pemuda". Semoga kita tetap dapat menjaga dan melestarikan bahasa kita, bahasa Indonesia.
Salam bahasa,

Niknik M. Kuntarto

0 komentar: