Rabu, 19 Mei 2010
Sinopsis Novel Saatirah Karya Niknik M. Kuntarto
Diposting oleh
Niknik M. Kuntarto
di
02.18
SAATIRAH
Karya: Niknik M. Kuntarto
Saatirah adalah kisah tentang perjuangan seorang istri dalam mempertahankan keutuhan berumah tangga. Ilmu tentang kesempurnaan dalam berumah tangga yang ia dapatkan dari Emak, sang ibu, berusaha diterapkannya agar harmonis. Namun, segala persoalan telah menghadang dan mendera perjuangannya itu. Ketabahan dan kesabaran Saatirah patut ditauladani. Dengan kepercayaan dirinya Saatirah berjuang menjadi seorang istri yang tetap memegang teguh kodrat, meski teraniaya, juga berusaha untuk menjadi wanita modern dalam pencapaian kariernya. Sungguh dua sisi yang bertolak belakang. Pengabdian pada suami dan keimanan pada Tuhan adalah dua hal yang harus dijalani oleh seorang istri solehah Cerita dituturkan oleh orang ketiga yang menempel ketat pada tokoh utama.
Cerita langsung dibuka dengan terkuaknya perselingkuhan Andro, suami Saatirah, karena puisi cinta di BlackBerry-nya. Sebelumnya, Andro sudah beberapa kali punya affair, tetapi Saatirah selalu tabah dan menerima suaminya kembali. Namun yang terakhir ini jauh lebih gawat. Andro berani-beraninya “minta izin” berpacaran dengan sekretarisnya sendiri, wanita penggoda bernama Shintia. Awalnya ia berjanji hanya sekadar nonton atau makan bersama, tapi lama-lama hubungannya melewati batas hingga menjadi pergunjingan dan rahasia umum di kantor. Andro pun jadi bersikap kasar pada istrinya karena membela Shintia.
Saatirah malah merasa harus terus memperbaiki diri dan semakin giat melayani suami (sampai berlebihan di mata sang Emak). Mungkin karena ia berusaha menaati arti namanya sendiri? “Saatirah adalah nama yang indah. Nama itu diambil dari bahasa Arab yang berarti perempuan, sabar, soleh dan mulia yang berbakti pada suaminya. Saatirah berarti juga perempuan yang selalu menjaga kehormatan suami dan menutupi aib suaminya.”
Anehnya, Saatirah merasa Andro telah menjadikannya wanita yang lebih baik (didukung dengan flashback kisah percintaan mereka sebelum menikah), sementara Andro justru pria patriarkis yang egois dan manja: Ia meminta istrinya wajib tampil rapi dan cantik di pagi dan malam hari, agar di kantor ia tidak perlu melirik perempuan lain; Ia selalu menuntun istrinya melayaninya, dengan memijatnya setiap malam dan menggaruki bagian tubuhnya yang gatal (yang sebenarnya bisa digaruknya sendiri); Ia sering mendera istrinya secara fisik maupun mental, dengan meneriaki istrinya dengan kata-kata kasar dan menamparnya.
Cerita kemudian beralih kisah tentang Didit, suami Susan, yang dibawa ke keponakan Saatirah, Anyelir, yang adalah “orang pinter.” Di bagian inilah terjadi perang batin di dalam diri Saatirah. Logika dikesampingkan dan Saatirah pun hanyut memasuki dunia itu. Saatirah mencoba menggunakan pendekatan mistis untuk permasalahannya sendiri, dengan mandi air yang didoai, mengucap mantra-mantra, dan menyimpan jimat-jimat. Saatirah juga membawa ayahnya, kakaknya, Teh Kania, dan bahkan teman-temannya yang lain, ke jasa mistis Anyelir. Melalui Mamaklah Saatirah mengerti dan tahu masa lalu pasien-pasien yang diajaknya, termasuk masa lalu ayahnya yang ternyata telah memiliki wanita lain selama 30 tahun. Sungguh bertolak belakang dengan perjuangan Emak yang selalu mengajarkan pada Saatirah tentang ilmu kesempurnaan rumah tangga. Justru Emak sendiri terkhianati suaminya.
“Saatirah...!” Apa memanggilku dari kamar tamu yang memang telah kusiapkan untuk kamarnya.
“Ya, Apa. Sudah minum obat?”
“Sudah, Saatirah. Apa mau bicara sama kamu. Tapi, janji ya. Ini rahasia kita. Jangan sampai saudara-saudaramu tahu. Apalagi, ibumu. Jangan sampai mereka tahu karena sangat menyakitkan.” Apa menjelaskan hal yang membuatku penasaran. Bercampur takut, sakit, kecewa. Amat sangat.
“Saatirah, tahukah kamu...!”
“Ya, Apa,” suaraku bergemetar.
“Hm... tahukah kamu bahwa....” Apa diam. Menutup mulutnya. Menahan sesuatu.
“Kenapa, Apa?”
“Kamu tahu... bahwa apa yang dikatakan Anyelir 99% adalah benar.”
Aku terdiam. Kaget. Aku sudah menduga ada sesuatu dengan Apa sejak Angelir berbicara nyeplos, tempo hari Ya Allah. Aku terdiam lagi. Ya Allah. Aku ingat. Betapa Emak adalah orang yang selalu mengajariku menjadi seorang istri yang baik agar suami betah di rumah. Jadilah seorang istri yang handal di dapur, anggun di ruang tamu, dan mahir di tempat tidur. Itulah nasihat Emak. Sementara itu, suami Emak sendiri, ayahku sendiri, tidaklah betah tinggal di rumah, setia mendampingi Emak. Justru Apa berhubungan dengan perempuan itu terjadi 30 tahun yang lalu. Sampai saat ini. Berarti... Tak sanggup lanjutkan pikiranku.
“Kamu harus tahu dunia laki-laki. Hanya ada satu cinta sejati dalam hidup seorang lelaki. Perempuan itu adalah cinta sejati Apa. Apa tidak bisa membendung gejolak itu. Sejak 30 tahun yang lalu. Sampai hari ini. Ibumu tidak pernah tahu,” kejujuran Apa yang sangat membuat jiwaku lemas. Apa melanjutkan penjelasannya.
“Apa melakukan semua ini, bukan berarti tidak mencintai ibumu. Tapi, memang ada waktunya seorang pria memerlukan kehadiran perempuan lain di hatinya. Pilihannya ada di dia, mengendalikan diri untuk tetap setia pada sang istri atau meraihnya. Yang kuat akan mengekang diri, dan yang tak kuat seperti Apa ini, akan berubah menjadi pandai berbohong.”
Hem... penjelasan yang membuatku semakin kalut. Terbayang wajah Emak yang selalu membangga-banggakan kesetiaan Apa dan itu berkat pelayanan Emak yang baik. Namun, ternyata...! Mataku menganak sungai, tak terbendung dan tumpah ruah. Apa memelukku dan meminta maaf berkali-kali. Andai saja ponakanmu tak bicara, Apa tidak akan berterus terang ke kamu, Nak. Ini pasti menyakitkan. Dan kalau tangisanmu sedikit meredakan kemarahan serta kekecewaanmu ke Apa, menangislah sepuas kamu mau.” Tak tahan dengan penjelasan Apa yang begitu gamblang, kupeluk Apa, kutumpahkan tangisanku di pelukannya.
Segala usaha telah Saatirah lakukan, tetapi Andro justru semakin menjauh dari Saatirah, dan semakin lengket pada Shintia. Terbukti, dua minggu mereka telah pergi bersama. Kesabaran Saatirah mulai habis, dan ia menuntut Andro untuk menepati janjinya. Karena Andro bersikukuh bahwa wanita yang ia cintai adalah Shintia, Saatirah tampak sadar menyumpahserapahi Andro dengan kata ‘kualat’. Tak lama kemudian, terbukti, suatu hari Andro menelepon dan meminta maaf karena telah menyakiti hati Saatirah selama ini. Rupanya ia dipecat dari pekerjaannya dan merasa hal itu terjadi karena ia telah berselingkuh. Andro pun berusaha membuktikan janjinya untuk setia dan memerhatikan keluarga, tapi akibatnya Saatirah harus banting tulang untuk menghidupi keluarganya karena suami tidak lagi bekerja. Ia sampai berutang cukup besar pada Teh Wati, kakak tertuanya, yang di kemudian hari menjadi bumerang.
Keajaiban datang, Andro, yang memang sangat dibutuhkan, kembali diminta menjadi direktur di perusahaan lama, dan Saatirah dihantui kecemasan bahwa suaminya akan kembali melakukan affair dengan Shintia. Di saat tertekan seperti itu, Saatirah sempat putus asa dan kehilangan rasa percaya diri. Beruntunglah, Saatirah segera sadar atas energi negatif yang telah menderanya. Lalu, ia bangkit dan akhirnya malah sukses menjadi penulis yang menghasilkan banyak buku, model iklan, dan bahkan dinobatkan sebagai direktur pusat bahasa universitas swasta. Untuk mengatasi depresi, ia mendapat batu kecubung Nyai Roro Kidul dari Mamak Anyelir, dan Saatirah pun menjadi lebih percaya diri. Namun, nyatanya, Andro kembali menyiksa Saatirah dan berhubungan lagi dengan Shintia. Saatirah mengetahui dan menyadari bahwa Andro sudah kembali pada pelukan Shintia tatkala muncul permintaan Andro yang selalu harus membayangkan Shintia saat meraup kenikmatan dengan Saatirah.
Namun, di saat seperti ini, di saat Mas Andro meminta izin membayangkan wanita saat berhubungan denganku, saat ia menindihku, saat ia melepaskan gairahnya, merengguk kenikmatan dari tubuhku, berkali-kali yang didesahnya si PPS itu, mampukah aku memberikan izin padanya? Sanggupkah hatiku menerima permintaannya? Dari mana aku harus mencari ilmunya? Emak, perempuan yang sangat berpengaruh dalam kehidupan rumah tanggaku, tak pernah mengajari masalah itu. Bahkan, pelacur yang sengaja didatangkan oleh Mas Andro ke rumah pun sama sekali tak mengajarkanku tentang hal itu! Lalu ke mana aku harus berguru?
Kembali kuberpikir lebih mendalam pada ajaran Emak. “Jadilah seorang pelacur di tempat tidur!” Ya, benar! Ayat itu jugalah yang bisa menjawab pertanyaanku saat ini. Aku mencoba berpikir lebih jauh. Memaknai ayat itu. Ya, benar! Untuk urusan itu pun aku harus seperti pelacur. Seperti hati pelacur! Hati pelacur! Bukankah hati pelacur tak pernah marah melayani pria haus seks yang baru saja menindih wanita lain? Bukankah seorang pelacur tidak akan cemburu saat melayani para lelaki yang mungkin fantasi mereka justru lebih liar! Bukankah hati pelacur tak pernah turut bekerja saat melayani tamu-tamunya yang siap merengguk kenikmatan sesaat?
Setelah kekuatan itu kuperoleh, dengan sadar, senyata-nyatanya, akhirnya, aku berkompromi dengan diriku sendiri, bila Mas Andro meminta hal itu lagi, kan kuizinkan dan kusilakan menyewa tubuhku untuk sebuah fantasi liar yang menari-nari di alam kelelakiannya.
Padahal, di balik penderitaan, sebenarnya Saatirah bisa saja meraih kebahagian dengan pria lain. Saatirah jadi punya pesona di depan mata banyak pria. Saatirah sendiri punya pengagum, seorang pemuda mahasiswa hukum bernama Tora yang jatuh cinta mati-matian padanya meski tahu ia sudah berkeluarga. Namun, tak satu pun perhatian Tora dibalasnya karena ia tidak mau selingkuh. Belum lagi perhatian-perhatian yang diberikan pria lain seperti Bysi si bule Pakistan, Oki Hertatianto sang pacar pertama, dan Didit. Saatirah tetap ingin hidup sebagai istri yang baik, walaupun sempat sedikit keluar rel.
Tiba-tiba tangan kanannya meraih tangan kiriku dan menggenggam erat. Desiran darah tiba-tiba mengalir lebih cepat. Menggetarkan sukmaku. Menggairahkan alam liarku. Tiba-tiba, ingin rasanya kuulangi gairah itu. Saat pertama dan terakhir kali kaucium bibirku kala itu. Oh, saat ini sebenarnya aku tak keberatan mengulang gairah itu. Gairah yang saat ini semakin tak terkontrol. Kuingin pria berbulu dada lebat ini, yang ada di dekatku saat inilah yang menjinakkan rasa itu. Aku pasrah. Menuruti apa saja yang akan ia lakukan padaku. Namun, dia hanya diam. Diam. Tak melakukan itu, kecuali menggenggam tanganku.
“Dinda, Pengantinku, kuyakin sejak pertama kali aku bertemu denganmu di UI. Aku yakin, kamulah belahan jiwaku yang selama ini kucari. Rasa itu semakin bulat, takala kita berciuman di parkiran kampus itu, saat hujan rintik-rintik.... Dinda, kuyakin kita saling mencintai...!”
Ia menoleh ke arahku. Tangan kirinya menyentuh daguku dan menghadapkan ke arahnya. Ia memandangku. Tatapan tajam. Penuh cinta. Lalu mengangkat genggaman tangan yang erat itu ke arah bibirnya. Dengan halus, ia kecup punggung tanganku sambil pejamkan mata dan berkata, “I love you, Mantenku...!”
Tak bisa kuberkata apa-apa, selain hanya pejamkan mata. Tak tahu harus menjawab apa. Di satu sisi kehidupanku ada seorang pria yang sangat mencintaiku, mengharapkanku menjadi pendamping hidupnya, sementara di sisi lain, Mas Andro justru mencampakkanku, lebih memilih menikmati keindahan cintanya dengan Shintia. Akh... mengapa hidupku seperti ini? Akh... akh... akh... tiba-tiba kurasakan kehangatan sebuah kuluman di bibirku. Kuluman cinta yang mendalam. Kudengar ada desah kenikmatan di rongga udara. Kubuka mataku perlahan. Kulihat sepasang mata hampir terbenam bagaikan mentari setengah terendam laut. Sayu. Tak sadarkan diri, kubiarkan ia mengecup bibirku terus dan terus di kala pasrah. Kubiarkan diriku terbuai di pelukan kehangatan matahari cintanya.
Bagaikan kisah “Sri Sumarah”,
Sri merasa nikmat dan kagum terhadap anak muda yang mengeloninya. Sri diam tidak menolak dan ikut terhanyut dalam pelukan anak muda dari kota besar. Sri menerima dengan pasrah saat anak muda itu melakukan hal-hal yang menimbulkan gairah di hati Sri.
Anak muda itu masih terus mengerang pelan dan masih mencoba terus mengeloni Sri. Dan Sri entah didorong oleh perintah apa di tengah kenikmatannya sendiri dan kekagumannya kepada anak muda itu tiba-tiba ingin melepaskan diri dari kelonan anak muda itu...
Ya, begitu pun yang telah terjadi padaku. Kegairahan itu kunikmati dengan syahdu. Menghanyutkan. Namun, saat kegairahan itu semakin memuncak. Tiba-tiba... kusadar ia telah berada di atas tubuhku. Menindihku. Menekan payudaraku yang sakit karena penuh dengan air susu. Aku terkaget. Ingat Kusuma. Segera kukibaskan pelukan Tora, kuberdiri dan menyuruhnya keluar dari kamar tempatku menginap. Napasku terengah-engah. Setelah Tora keluar dari kamar, segera aku masuk ke dalam kamar mandi, kunyalakan kran shower, kuguyur sekujur tubuhku, menghilangkan dosa kecil yang baru saja, tanpa sengaja, kunikmati...
Lantas masalah datang lagi bertubi-tubi yang berasal justru dari orang-orang yang dekat dengan Saatirah. Susan, sahabatnya sendiri bersalah paham pada kebaikan Saatirah. Susan mengetahui bahwa Didit, suami Susan, bersimpati pada Saatirah. Didit merasa Saatirah adalah wanita ideal yang bertutur kata lembut dan tahu melayani lelaki, tapi tentu saja Saatirah yang baik hati tidak mau melukai sahabatnya, meski ia sendiri beranggapan Didit itu tampan seperti penyanyi dangdut Saipul Jamil. Dia malah membantu menghentikan kebiasaan buruk Didit berselingkuh dan mengembalikannya ke rumah tangga Susan.Namun, Susan tidak menyadari niat baik Saatirah. Yang ada hanya kemarahan dan Susan berhasil melaporkan ‘pengkhianatan’ Saatirah pada Andro. Teh Wati, saudara kandungnya sendiri telah membuat Saatirah tak berdaya. Teh Wati merasa tidah dihargai oleh Saatirah, dan berusaha mencari kelemahan Saatirah di mata Andro. Teh Wati pun berhasil melaporkan suatu rahasia tentang Saatirah pada Andro. Lengkaplah sudah derita Saatirah. Belum lagi keinginan Andro yang semakin aneh dan kasar akhirnya membuat Saatirah tidak tahan dan memilih bercerai dengan Andro. Dengan berbagai permasalahan hidup yang dihadapinya mendorong Saatirah berada pada sebuah titik nol, kepasrahan pada Sang Pencipta. Saatirah tersadar oleh khotbah panjang Pak Ustaz bahwa apa yang dilakukannya selama ini pergi ke Mamak, paranormal yang mengakui mantan kyai, adalah kesalahan besar. Ia pun menyesal dan istigfar.
Setelah bercerai, Andro menikahi Shintia, tetapi hubungannya dengan Saatirah justru membai k, terutama saat ia mengunjungi anak-anak.
Saat-saat Mas Andro menjenguk anak-anak di rumahku itulah, kadang kenangan lama membayang-bayangi kami. Kala itu, di ruang keluarga...
“Saatirah...!” panggil Mas Andro terdengar lirih di telingaku, tapi sungguh terdengar menggelegar di ruang hatiku. Tak percaya.
“Ya, Mas... Eeee, maaf, Mas memanggil siapa?”
“Kamu, Saatirah...!” Mas Andro menatapku mesra.
“Oh, Mas memanggil aku, Saatirah?” aku tersenyum. Malu. Lalu...
“Panggil aku Rah saja, Mas,” pintaku. Akhirnya Mas Andro terbiasa memanggil nama Saatirah, nama yang menurut Mas Andro kampungan, tapi justru hari ini terdengar mesra, penuh makna.
“Oh ya, Rah...” Mas Andro memanggilku kembali dengan mesra.
“Ya, Mas...”
“Mengapa kamu tidak segera menikah lagi? Bukankah banyak lelaki yang menantimu?” Mas Andro bertanya padaku. Apakah pertanyaan itu harus kujawab atau tidak? Apakah itu merupakan cerminan kecemburuan Mas Andro padaku setelah peristiwa di hari minggu yang lalu, tanpa sengaja, Mas Andro bertemu denganku yang saat itu sedang berada di toko buku bersama teman lelakiku?
“Entahlah!” jawabku lirih.
“Begitu bahagianya calon suamimu, Rah!” katanya sambil matanya menatap tajam padaku.
“Maksudnya, Mas?”
“Tentu tiap malam calon suamimu itu akan kaulayani dengan baik. Mulai dari memijat telapak kakinya, betis, paha, lalu...” Mas Andro berhenti bicara. Matanya menerawang. Pria itu tersenyum. Tersipu-sipu. Apa maksudnya?
“Kenapa, Mas?” tanyaku penasaran.
“Hehehe...... aku paling suka kalau kamu pijit daerah itu....”
“Hm...! Mas Andro ini ada-ada saja! Udah akh, kita cerita yang lain saja sambil makan bersama anak-anak yuk!” ajakku mengalihkan pembicaran. Kupanggil Aurora dan Kusuma untuk temani ayahnya makan.
Baru saja Andro menyatakan bahwa ia telah sadar Saatirah ternyata istri yang baik, sepulangnya dari rumah Saatirah ia mengalami kecelakaan dan salah satu kakinya harus diamputasi, membuat Shintia meninggalkannya. Di penghujung cerita inilah Saatirah dihadapkan pada pilihan hidup. Di satu sisi Andro sangat membutuhkan kehadiran Saatirah di dalam hidupnya. Sementara itu, pemuda lain yang telah menggetarkan hatinya, entah siapa, telah menanti dengan setia cinta Saatirah.
Kudekatkan Aurora dan Kusuma ke pelukan Mas Andro. Kupeluk erat Mas Andro dan kedua anak-anakku. Berteriak berulang kali batinku, Ya Allah, seandainya saat ini aku masih menjadi istri Mas Andro, seandainya sekarang aku belum bercerai dengan Mas Andro, aku rela, aku ikhlas menerima Mas Andro apa adanya. Justru di saat seperti inilah aku ingin menemani hidupnya. Akh... entah aku harus bagaimana, harus berbuat apa. Sungguh, ini sebuah dilema. Kasihan, Mas Andro.
Hari mulai kelam. Kulihat parkiran RS Meilia tampak sepi. Tinggal beberapa mobil saja. Tiba di mobilku. Kulihat ada amplop surat. Terselip di wiper mobil. Perlahan kubuka. Siapa gerangan yang mengirimkan ini untukku? Amplop merah muda. Kuuraikan tali yang mengikat perekat amplop. Kutuangkan isinya ke telapak kiriku. Berceceran taburan bunga mawar. Berkeping-keping. Harum semerbak terhirup wangi kehidupan. Kutarik lipatan surat. Kubuka. Kubaca.
Adalah sebuah masa lalu. Yang menganggap itu debu.Biarlah angin yang menyapu di dalam pusaran waktu.Tapi aku adalah karang yang tak bergerak.Abadi.Menatap samudera. Menunggu di ujung cakrawala.., Aku yang setia menantimu
---***---
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
3 komentar:
saat ini saya sedang membaca novel mbak....
saat ini saya sedang membaca novel Anda
Hai Saatirah, eh Niknik..... ini kisah nyata kah? hi hi..Cantiiik sekali ceritanya!
Posting Komentar