Belajar Imbuhan dan
Struktur Gramatikal kalimat S-P-O-K yang
Menggugah dan Menggairahkan melalui Pemanfaatan Media Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) berupa Permainan “SUKA” Karya Tim Dahsyat dan Gundu Production
Niknik M. Kuntarto
Tim BIPA Dahsyat
niknikmediyawati@gmail.com
Diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Teknologi Pendidikan
Dosen: Dr. Robinson Situmorang
Program Doktor - Universitas Negeri Jakarta
Abstrak
Belajar
imbuhan dan gramatikal adalah momok bagi sebagian orang asing yang belajar
bahasa Indonesia di Program BIPA UMN. Selain harus mempelajari bentuk imbuhan,
mereka juga harus memahami makna setiap imbuhan. Belum lagi ketika bentuk-bentuk
kata tersebut diterapkan ke dalam kalimat ber-S-P-O-K. Lebih lagi, ketika
mereka terjun ke masyarakat sesungguhnya, semua yang telah mereka pelajari,
sangat berbeda dengan kenyataan dengan bahasa yang dengan usaha keras
memahaminya. “Mengapa kami harus belajar bahasa Indonesia yang formal,
sedangkan orang Indonesia sendiri jarang berbicara formal?” protesnya. Ini
sangat memusingkan peserta BIPA. SUKA
atau Susun Kata adalah wujud dari solusi permasalahan tersebut. Melalui
penggunaan game SUKA, pembelajaran imbuhan
menjadi proses belajar yang unik dan menarik. sanggup menggugah, dan
menggairahkan peserta BIPA sehingga memudahkan peserta BIPA dalam mewujudkan
capaian pembelajaran.
Kata Kunci: tata bahasa, media, suka, menggugah, dan menggairahkan
I. Pendahuluan
Membingungkan, membebani, terlalu banyak imbuhan, tidak konsisten dengan kaidah, momok bagi orang asing
yang belajar bahasa Indonesia adalah predikat negatif pembelajaran Tata Bahasa Indonesia (selanjutya
Tata Bahasa) berdasarkan hasil pengamatan terhadap minat peserta BIPA sebelum mengikuti pembelajaran
Tata Bahasa di Universitas Multimedia Nusantara (UMN) dengan media SUKA. Ini semakin memperkuat dugaan awal
bahwa pembelajaran Tata Bahasa
adalah sesuatu yang kurang menggairahkan peserta BIPA.
Tak heran, situasi ini menyebabkan peserta di kelas Tata Bahasa, makin lama
makin berkurang jumlahnya. Situasi ini membuat seorang pengajar harus berpikir
keras untuk mencari jalan keluar dalam mengatasi permasalahan ini. Dibutuhkan
solusi yang cerdas untuk mengantisipasi terjadinya kebosanan, kejenuhan, dan
akhirnya frustasi tidak berminat lagi belajar tata bahasa Indonesia.
Untuk mengupayakan pembelajaran Tata Bahasa agar menarik (ethos), menantang secara intelektual (logos), dan menggairahkan (pathos) diperlukan sebuah media khusus. Media
bermain ini berdasar pada konsep Bapak Pendidikan
Indonesia, Ki Hajar Dewantara. Kurikulum yang dirancang Ki Hadjar Dewantara
disampaikan dengan cara bermain (dolanan)
seperti dolanan anak, tarian, nabuh gamelan, dsb. Dalam model kurikulum yang
dikembangkan Ki Hadjar, anak diajari calistung yang disampaikan dengan aneka
permainan. Praktiknya mengajari anak membaca dengan cara bermain, mengajari
anak menulis dengan cara bermain, dan mengajari anak berhitung dengan cara
bermain.” (Supriyoko, 2012: 3–5). Pandangan Ki Hadjar Dewantara tentang bermain
dengan demikian menyoroti dimensi instrumental dan epistemologis dari bermain
sebagai sarana untuk mencapai tujuan pembelajaran yaitu “kemajuan tumbuh
kembang anak” (Komalasari, 2013).
Dalam pandangan
filsuf Jerman terkemuka, Hans-Georg Gadamer (1902 – 2002), konsep “bermain” (spiel) memiliki bobot ontologis yang
mendalam[1],
bukan hanya instrumentalis, melainkan epistemologis seperti disampaikan Ki
Hadjar Dewantara di atas. Gadamer dalam adikaryanya, Truth and Method (1960) membahas letak pentingnya bermain dalam
penyingkapan kebenaran yang mewujud dalam struktur ontologis seni dan
pengalaman manusia tentang seni itu sendiri. Bermain, dalam wawasannya, keliru
jika dipahami sebagai main-main belaka. “Jika bermain hanya
dimengerti sebagai bermain, ia tidaklah serius. Bermain mempunyai relasi khusus
dengan keseriusan. Keseriusanlah yang memberi ’tujuan’ pada bermain,
sebagaimana dikatakan oleh Aristoteles, kita bermain ’untuk rekreasi’. (Gadamer, 1989: 102 – 106 dalam Putranto, 2010: 59) Dengan
mendasarkan diri pada epistemologi bermain dari Ki Hadjar Dewantara dan
ontologi bermain dari Hans-Georg Gadamer, dikembangkanlah permainan Susun Kata atau SUKA baik berupa papan maupun
digital. SUKA merupakan nama dari usaha kreatif dalam pengembangan
kualitas pembelajaran Tata Bahasa di BIPA
UMN.
II. Pembahasan
Permainan SUKA ( beserta Animasi
Cerita Interaktif atau CERITERA) adalah media ajar berupa papan dan digital
yang terintegrasi dengan 20 bahan ajar BIPA (buku dan CD) yang ditulis oleh Tim
Dahsyat dan Gundu Productions untuk memartabatkan bahasa (bangsa) Indonesia.
A.
Tujuan Permainan
SUKA adalah sebuah
permainan papan dan digital yang
memiliki tujuan menyusun kalimat sebanyak-banyaknya menggunakan kata dari kartu-kartu yang didapat dengan
berdasar pada unsur gramatikal S-P-O-K. Setiap kalimat yang berhasil disusun
akan mendapatkan nilai.
B. Prosedur memulai
permainan
1. Setiap pemain memilih satu dari empat peran yang
ada yaitu Bapak Kanigoro, Ibu Niken, Gora atau Gori.
2. Pemain mengocok kartu S
(Subjek), P (Predikat), O (Objek), K (Keterangan) dan + (efek) lalu diletakkan
pada setiap posisi yang sudah disediakan di papan permainan.
3. Setiap pemain mengambil satu kartu P, O, dan K dari tumpukan
kartu.
4. Pemain
menyiapkan papan kecil permainan untuk nanti menyusun kartu jawaban.
5. Pemain
yang mendapatkan peran Bapak Kanigoro
berjalan terlebih dahulu, lalu diikuti pemain lain dengan searah jarum jam.
Dalam permainan digital, Anda berperan sebagai Gora.
6. Pemain memulai giliran dengan melakukan salah satu dari
dua aksi berikut.
a. Pemain
melempar dadu untuk memulai giliran,
kemudian memindahkan pionnya sesuai angka pada dadu.
b. Pemain menggunakan kartu efek aktif.
7. Jika
setelah melempar dadu pemain
mendarat di kotak S (subjek), P (predikat), O (objek) atau K (keterangan), pemain
mendapatkan kartu sesuai dengan kode dari setiap kotak.
a. Jika
kartu yang hendak diambil tersebut habis,
pemain yang mendarat di kotak yang kartunya habis dapat secara bebas mengambil
tipe kartu kecuali kartu +.
8. Jika
pemain mendarat di kotak +, dia mendapatkan kartu + (efek). Kartu + harus
dibuka dan diletakkan di tempat yang ditentukan.
a. Jika
pemain tersebut telah memiliki kartu
efek dan tidak menggunakaannya di awal
giliran, kartu efek yang
dimiliki sebelumnya digantikan dengan kartu efek baru tanpa bisa digunakan.
9. Jika mendarat di kotak 1, 2, 3 atau 4, pemain dengan nomor itu yang
memilihkan kartu yang diambil.
a. Jika
pemain mendarat di kotak tersebut,
tetapi tidak ada pemain (jumlah pemain di bawah 4), pemain berhak mengambil
kartu apapun yang diinginkan kecuali kartu +.
10. Setelah menggerakkan pion permainan, pemain dapat
menyusun kata sesuai dengan kartu yang dimiliki menjadi kalimat yang tepat.
11. Pada
saat di pertigaan jalan, pemain naik ke atas terlebih dahulu ke angka paling
atas dan kembali turun untuk melanjutkan jalan.
C.
Pedoman Penyusunan Kartu
1. Jika
memiliki kartu yang dapat dijadikan kalimat, pemain meletakkannya ke papan kecil
permainan dan menunjukkannya ke seluruh pemain. Jika seluruh pemain
setuju, pemain menyimpan kartu tersebut terpisah dari kartu belum tersusun.
2. Pemain
menyusun kalimat pada papan permainan kecil.
3. Dalam
menyusun kalimat, pemain dapat menggunakan karakter yang dimilikinya (Bapak
Kanigoro, Ibu Niken, Gora atau Gori) sebagai pengganti kartu subjek.
4. Kalimat
yang disusun harus disusun sesuai dengan kaidah dari penyusunan kalimat bahasa
Indonesia yang baik dan benar.
5. Pemain
dapat menyusun kalimat menjadi S+P, S+P+O, S+P+K, S+P+K+K dan S+P+O+K.
6. Dalam
kegiatan kelas, susunan kalimat dapat diubah sesuai ketentuan dari pengajar
atau fasilitator.
7. Dalam
menyusun kalimat, pemain dapat menggunakan kartu mimik untuk menggantikan
kekurangan kartu yang akan disusun menjadi kalimat.
D. Prosedur akhir
permainan
1. Permainan
berakhir jika kartu S, P, O,
dan K pada papan permainan sudah habis. Pada tahap tersebut pemain tidak dapat
menciptakan kalimat baru.
2. Pemain
menjumlah seluruh nilai positif dari kartu yang berhasil dibentuk menjadi
kalimat.
a. Kata yang dibentuk dari karakter yang dimiliki pemain
tersebut sebagai pengganti subjek memiliki nilai nol.
b. Kata yang dibentuk dari kartu mimik memiliki nilai nol.
3. Pemain
menjumlah seluruh nilai negatif dari kartu yang dimilikinya, tetapi tidak berhasil dibentuk
menjadi kalimat.
a. Kartu efek mimik memiliki nilai nol.
4. Seluruh
nilai positif dikurangi nilai negatif sehingga pemain mendapatkan nilai akhir.
5. Pemain
dengan nilai akhir tertinggi menjadi pemenang dari permainan papan suka.
E. Kartu Kata: kartu
yang digunakan dalam penyusunan kalimat bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Kartu kata terdiri dari empat jenis kartu yaitu kartu subjek, kartu predikat,
kartu objek dan kartu keterangan. Pada saat permainan kartu disusun di papan
kecil permainan yang telah disediakan dan dipertunjukkan ke lawan atau guru di
kelas untuk dinilai keabsahannya.
1. Kartu Subjek: kartu
kata subjek yang digunakan dalam penyusunan kalimat. Dalam permainan, pemain
dapat menggunakan karakter yang dimilikinya (Bapak Kanigoro, Ibu Niken, Gora
atau Gori) sebagai pengganti kartu subjek. Pada
kegiatan guru dapat memodifikasi kondisi kartu subjek sesuai dengan tujuan
pembelajaran.
2. Kartu Predikat: kartu kata predikat
yang digunakan dalam penyusunan kalimat. Teks me-, me-i dan me-kan merupakan petunjuk kata imbuhan yang dapat digunakan dalam
menyusun kalimat. Pada kegiatan kelas kata imbuhan dapat diubah sesuai dengan
petunjuk guru.
3. Kartu Objek: kartu kata objek yang
digunakan dalam penyusunan kalimat. Pada
kegiatan guru dapat memodifikasi kondisi kartu objek sesuai dengan tujuan
pembelajaran.
4.
Kartu
Keterangan: kartu
kata keterangan yang digunakan dalam
penyusunan kalimat. Teks di, ke dan dari
merupakan petunjuk kata sambung yang dapat digunakan dalam menyusun kalimat.
Pada kegiatan kelas kata sambung dapat diubah sesuai dengan petunjuk guru.
F. Kartu Efek: kartu
yang dapat memengaruhi jalan permainan dengan membantu pemain atau menghalangi
lawan dalam menyusun kalimat Kartu efek terdiri dari dua jenis kartu yaitu
Kartu Efek Aktif dan Kartu Efek Mimik. Setiap kali pemain menggunakan kartu
efek maka kartu efek dikembalikan ke tumpukan kartu di tengah papan permainan.
III. Simpulan
Setelah mereka mengikuti pembelajaran Tata Bahasa yang menggugah dan menggairahkan melalui SUKA di BIPA UMN,
predikat negatif seperti yang sudah dijelaskan
pada bagian awal makalah ini berubah menjadi sesuatu yang
positif. Bersemangat di setiap pertemuan,
semangat kompetisi, aktif, lebih tertantang, banyak inspirasi, menyenangkan,
termotivasi untuk lebih serius belajar, mengasah kemampuan cepat tanggap,
melatih kerja sama, menumbuhkan daya saing yang positif, lebih kritis,
seru, menghibur, penuh
kreativitas, mengasyikkan, sangat efektif, interaktif, atraktif, inovatif, dan membuat Tata Bahasa menjadi mata kuliah yang
dirindukan. Dengan demikian, SUKA dapat menjadi alternatif media pembelajaran Tata
Bahasa yang baik dan efektif bagi penutur asing.
Daftar
Pustaka
Alwi, Hasan. 2011. Bahasa Indonesia: Pemakai dan Pemakaiannya. Jakarta: Badan
Pengembangan
danPembinaan Bahasa Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan.
Barr, R. B., & Tagg, J. 1995. “From Teaching to
Learning -- A New Paradigm for Undergraduate
Education.” Change, 27 (6), 12 – 25.
Ekoyatmi, Lucia. 2010. Pengaruh Strategi Pembelajaran dan Motivasi Belajar terhadap Hasil
Belajar Bahasa Jepang: Suatu Eksperimen di Aksekma Don
Bosco Jakarta, 2007. Sinopsis
Disertasi Program Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta.
Froyd, Jeffrey dan Simpson, Nancy. 2010. Student-Centered Learning Addressing Faculty
Questions
about
Student-centered Learning.
Gadamer, Hans-Georg. [1975] 1989. Truth and Method, Second, RevisedEdition.
Diterjemahkan oleh
Joel Weinsheimer dan Donald G. Marshall.
London dan New York: Continuum.
Ginanto, Dion Eprijum. 2011. Jadi Pendidik Kreatif dan Inspiratif.Yogyakarta: Jogja Bangkit
Publisher.
Komalasari, Elis. 2013. Pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang Pendidikan Anak Usia Dini.
Eletronik.
Mouly, George J. 1973. Psychology for Effective Teaching, Third Edition. New York, dll.:
Holt,
Rinehart and Winston, Inc.
Putranto, Hendar. 2010. “Mencari, Menemukan, dan
Mengomunikasikan Nilai-Nilai Bermain dalam
Konteks pendidikan.”Jurnal UltimaComm, volume 2, nomor 1, hlm. 52 -
63.
Sharifah Fauziah Hanim Syed Zain, Farah Eliza Mohd
Rasidi, dan Ismin Izwani Zainol Abidin. 2012.
“Student-Centred
Learning In Mathematics – Constructivism In The Classroom,” Journal of International Education Research.
Fourth Quarter 2012, Volume 8, Number 4. Supriyoko, Ki. 2012. Merealisasikan Gagasan Ki Hajar
DewantaraUntuk Menyongsong Generasi Emas Indonesia. Seminar Nasional UMK
Kudus, di Auditorium UMK Gondangmanis, 15 September 2012.